Inisiatifnews – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2014-2017, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas terlibat kisruh panjang soal kursi pimpinan DPD dengan kubu Oesman Sapta Odang (OSO). Saat ini, kasusnya masuk dalam perkara sengketa kewenangan lembaga negara atau SKLN di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut pihak Ratu Hemas, dia dan Farouk Muhammad berhak memimpin DPD periode 2014-2019 berdasarkan SK DPD Nomor 02/DPD RI/I/2014-2015 tanggal 2 Oktober 2014. Keduanya, bersama dengan Ketua DPD Irman Gusman, disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung.
Irman Gusman lengser dari posisi Ketua DPD karena terlibat kasus korupsi dan digantikan oleh Mohammad Saleh pada 2016. Nah, masalahnya, kepemimpinan Hemas, Farouk, dan Saleh tidak berlanjut hingga 2019.
Saat itu, ada gerakan mayoritas senator yang ingin mengganti pimpinan melalui mekanisme pemotongan masa jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. Pemotongan masa jabatan tersebut dituangkan dalam Peraturan Tata Tertib (Pertatib) DPD RI Nomor 01 Tahun 2017.
Pertatib ini lalu digugat ke Mahkamah Agung (MA) dan dinyatakan batal melalui Putusan MA Nomor 38P/HUM/2017 tangggal 20 Februari 2017 jo Putusan MA Nomor 20P/HUM/2017 tanggal 29 Maret 2017.
MA menyatakan masa jabatan pimpinan DPD yang tadinya 5 tahun menjadi 2,5 tahun yang diatur dalam Pertatib DPD RI 1/2017 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Artinya, masa jabatan pimpinan DPD Ratu Hemas Cs tetap 5 tahun. Namun, putusan MA tersebut tidak dipatuhi ya g melahirkan pimpinan baru. Ketua DPD Oesman Sapta, Wakil Ketua Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis. Formasi kepemimpinan baru DPD ini dikukuhkan sebagai pimpinan DPD periode April 2017-September 2019 berdasarkan Keputusan DPD Nomor 45/DPDRI/III/2016-2017 tanggal 4 April 2017. Pimpinan baru disumpah oleh Wakil Ketua MA pada hari itu juga.
Sengketa OSO versus Ratu Hemas berlanjut dengan permohonan fiktif positif di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan hasil tidak dapat diterima. Kasasi terhadap putusan PTUN Jakarta itu pun kandas di MA pada 5 September 2018.
MA dalam pertimbangan putusannya menganggap sengketa antara Ratu Hemas denhan OSO adalag perselisihan ketatanegaraan alias sengketa kewenangan konstitusional. Karena inilah, Ratu Yogya Cs memilih MK sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perselisihannya dengan OSO.
Ratu Hemas, Farouk dan Anggota DPD Nurmawati Dewi Bantilan memmohon gugatan SKLN ke MK dengan pertimbangan pengambilalihan jabatan pimpinan DPD periode 2014-2019 oleh OSO dkk menciptakan dua lembaga berbeda. (FQ)