Inisiatifnews – Direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini memberikan catatan penting agar kontestasi demokrasi dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah adanya kejelasan spesifikasi warga negara dan usia pemilih.
“Yang harus diatur di dalam kerangka pemilu kita demi memastikan pemilu demokratis adalah adanya kejelasan kualifikasi kewarganegaraan dan usia,” kata Titi dalam sebuah diskusi di Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/3/2019).
Dalam konteks warga negara, Titi menjelaskan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah dijelaskan secara spesifik, bahwa pemilih adalah warga negara Indonesia.
“Jadi di UU Nomor 7 tahun 2017 sudah dijelaskan tuh bahwa pemilih adalah warga negara Indonesia, bukan warga negara asing,” tegasnya.
Kemudian dari spesifikasi pemilih yang dituangkan dalam UU Pemilu tersebut, Titi menyebutkan bahwa warga negara Indonesia yang sudah memasuki usia 17 tahun sudah bisa dikategorikan sebagai pemilih.
Namun ada spesifikasi pemilih yang dikritisi keras oleh Titi yakni status pernah kawin di dalam UU Pemilu tersebut. Kondisi ini dianggapnya sangat rancu ketika menyebutkan usia 17 tahun dengan status pernah kawin, sementara di Indonesia banyak sekali catatan pernikahan usia dini.
“UU pemilu kita tidak konsisten, ngapain dicantumkan bagi yang sudah pernah kawin. Kan ini standar ganda bisa 17 tahun atau bisa di bawah 17 tahun asal pernah kawin,” terangnya.
Terkait dengan kewarganegaraan yang disebutkan oleh Titi tersebut juga disinggung oleh salah satu komisioner Bawaslu yakni Rahmat Bagja. Dimana dalam temuan validitas Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ada sampai saat ini, ternyata banyak ditemukan adanya warga negara asing (WNA) yang masuk dalam DPT.
Dan menurut Bagja, persoalan keberadaan data WNA masuk DPT tersebut karena persoalan kurang maksimalnya pendataan KPU melalui proses pencocokan dan penelitian (Coklit).
“KPU melakukan verifikasi data normal. Tapi permasalahannya kenapa WNA muncul dan ini menjadi prioritas kami. Ada satu kesimpulan bahwa coklit itu ada masalah,” terang Bagja.
Maka dari itu, Bawaslu pun mewanti-wanti agar KPU segera melakukan validitas DPT final sebelum proses pemungutan suara berlangsung, sehingga potensi persoalan yang tidak perlu bisa diminimalisir dengan baik.
“DPT ini kami rekomendasikan ke KPU agar selalu diwaspadai,” ujarnya.
[NOE]