Wakil Ketua MPR: Masyarakat Sudah Pintar, Calon Money Politic Belum Tentu Kepilih

Inisiatifnews – Wakil Ketua MPR RI Mahyudin mengimbau masyarakat tidak menonjolkan ikatan primordial dalam persaingan politik pemilihan umum serentak 2019 ini. Identitas seperti suku, ras, dan agama selalu mewarnai gelaran kompetisi politik lima tahunan ini.

Diingatkannya, jika identitas-identitas ini yang menjadi arus utama, maka potensi konflik antar sesama semakin terbuka. “Kita primordialisme-nya memang masih kuat. Apalagi saat pemilu. Misalkan saja, waktu Pilkada DKI, politik dengan nuansa agama sangat kental, saya sampai malas ke Masjid salat Jumat, karena khotbahnya berisi politik praktis bernuansa agama,” kata Mahyudin saat sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kelurahan Tanjung Harapan, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu (20/03/2019).

Bacaan Lainnya

Mahyudin berharap persaingan politik dengan nuansa primordialisme ini tidak terjadi di Kalimantan Timur. “Mudah-mudahan ini tidak dibawa di sini. Di Samboja sini, ada Bugis, Banjar, Jawa, Kaltim, juga beragam agama. Kebhinnekaan ini tidak boleh jadi perpecahan. Harus menjadi perdamaian dan alat untuk saling melengkapi,” ujarnya.

Mahyudin menambahkan, saat ini ada pengamalan ajaran-ajaran agama yang keliru. Kekeliruan ini melahirkan fanatisme hingga radikalisme. “Orang yang tidak seiman, tidak sama, harus dimusnahkan. Padahal agama diturunkan untuk kedamaian. Dakwah mestinya dengan cara merangkul, bukan memukul. Dulu Walisongo merangkul, tidak menyerang,” ingatnya.

Mahyudin juga mengajak masyarakat Kaltim datang ke TPS dan memberikan suaranya pada 17 April nanti. Satu suara rakyat, kata dia, sangat berharga menentukan masa depan daerah dan negara. Menurut catatannya, angka Golput di Kalitim ini besar, lebih dari 40 persen. “Waktunya paling tak sampai lima menit, tapi sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia. Karena itu jangan sia-siakan, mari memberikan suara untuk DPRD, DPR, DPD hingga Presiden,” imbaunya.

Publik harus memakai hati nurani saat memilih. Pemilih wajib tahu bobot, bibit dan bebet calon pemimpin mereka. Dia yakin, saat ini masyarakat sudah pintar dan tidak mudah dibohongi lewat politik uang dan politik bantuan yang hanya datang sekali dua kali menjelang coblosan.

Diingatkannya, dengan memilih orang yang menyuap, berarti ia telah memilih penjahat dan orang yang tak berintegritas. “Jangan pilih calon yang berjuang (beras, baju dan uang). Tapi meski begitu, masyarakat pintar, saya survei 60 persen lebih mengambil uang tapi memilih dengan hati nurani. Calon yang menggunakan money politic, belum tentu terpilih,” ujar Politisi Partai Golkar ini.

Yang paling penting dari sosialisasi ini, lanjutnya, adalah pemahaman soal kebhinnekaan di tengah tahun politik. Orang yang berbeda pilihan jangan sampai dianggap sebagai musuh. Parahnya, situasi pecah belah ini didukung oleh kemajuan teknologi. Lewat smartphone, orang dengan mudah membaca berbagai informasi yang belum tentu kebenarannya. Hoax dan fitnah juga merajalela lewat berbagai media sosial.

“Ada calon nomor satu, ada calon nomor dua, silakan pilih saiapa saja, tapi utamakan nomor tiga, persatuan Indonesia. Jangan sampai berkelahi, tidak teguran dengan tetangga karena beda caleg, beda capres. Siapapun yang terpilih kita doakan membuat Indonesia maju,” tandas Mahyudin. (MFQ)

Temukan kami di Google News.

Pos terkait