Inisiatifnews – Pakar ilmu hukum tata negara, Prof Mohammad Mahfud MD merasa harus meluruskan simpang siur informasi yang beredar luas di kalangan masyarakat, bahwa statemennya yang menyebutkan di Universitas Islam Negeri (UIN) ataupun IAIN di seluruh Indonesia terjadi proses transaksi dagang jabatan.
Kesalahpahaman publik itu menurut Mahfud berasal dari statemennya di program talkshow Indonesian Lawyer Club (ILC) pada hari Selasa (19/3) lalu.
“Penjelasan saya di ILC TV One Selasa, 19 Maret 2019, masih terus menjadi diskusi. Ada yang salah paham. Misalnya, mengatakan saya menggebyah-uyah (menggeneralisir) bahwa di UIN/IAIN se Indonesia ada jual beli jabatan rektor. Bagi yang salah paham sebaiknya ditonton lagi di youtube seluruh statement saya itu,” kata Mahfud MD mengawali kultwitnya, Jumat (22/3/2019).
Dalam statemen yang diutarakan olehnya, Mahfud MD menegaskan bahwa ia hanya menyebutkan 3 kampus UIN saja sebagai contoh polemik penetapan rektor. Diantaranya adalah UIN Makassar, UIN Jakarta dan dan IAIN Meulaboh Aceh. Dimana ketiga kasus tersebut pun ada subyeknya yang bisa dimintai konfirmasinya.
Dan dalam kasus di UIN Makassar, Mahfud MD menyebut orang yang sangat bisa diminta keterangannya adalah Andi Faisal Bakti. Dimana menurutnya, Faisal Bakti terpaksa batal dilantik menjadi rektor UIN Makassar meskipun mendapatkan kemenangan dalam pemilihan rektor. Hanya saja ia dibatalkan kemenangannya hingga harus menggugat ke PTUN dan berujung menang.
“Andi Faisal Bakti (AFB) menang pemilihan di UIN Makassar, dibatalkan, lalu menggugat ke PTUN dan menang tapi Kemenag (Kementerian Agama -red) tetap tidak mau mengangkat. Kasus AFB di UIN Makassar tidak terkait dengan PMA (Peraturan Menteri Agama -red) No. 68 karena saat itu (2014/2015) PMA tersebut belum lahir. Kasus AFB yang terkait dengan PMA 68 adalah di Jakarta,” paparnya.
Bahkan dalam pemilihan rektor tahun 2018 pula, Andi Faisal Bakti lagi-lagi tidak dilantik oleh Kementerian Agama meskipun mendapatkan peringkat 1. Sementara Kementerian yang dipimpin oleh Lukman Hakim Saifuddin tersebut lebih memilih nama lain selain Andi Faisal Bakti untuk memimpin UIN. Dan dalih yang dipakai Kemenag adalah PMA nomor 68 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Agama yang Diselenggarakan oleh Pemerintah.
“Pada tahun 2018 AFB tidak ditetapkan sebagai rektor oleh Kemenag meskipun menempati ranking 1. Pilihan Kemenag yang jatuh kepada selain AFB didasarkan pada PMA No.68. Itu memang tidak salah secara prosedural karena hal itu memang kewenangan Menag untuk menetapkan 1 dari 3 yang diajukan oleh UIN/IAIN yang bersangkutan,” jelasnya.
Meskipun dikalahkan dengan dalih penggunaan PMA 68 untuk memilih calon selain Andi Faisal Bakti, Mahfud menyebutkan bahwa dugaan lain wajar terjadi karena banyak sekali kejanggalan di dalamnya, dan salah satunya adalah Andi Faisal Bakti pun pernah menang dalam gugatan di PTUN di Pilrek periode sebelumnya.
“Tetapi tetap saja ketidaksalahan prosedural itu menimbulkan pertanyaan, apalagi AFB pada periode sebelumnya pernah menang sampai di pengadilan tapi tidak dilantik,” tegasnya.
Sementara di kasus IAIN Meulaboh, subyek yang sangat bisa dikonfirmasi adalah orang yang bernama Syamsuar. Dimana dalam pilrek IAIN Meulaboh itu, Syamsuar selaku calon rektor dari internal kampus justru kalah dengan calon rektor dari luar kampus.
“Di UIN Melauboh subyeknya adalah Syamsuar yang semula merupakan calon intern satu-satunya tapi kemudian dikalahkan oleh calon luar,” ujarnya.
Tidak dilantiknya Syamsuar sebagai rektor IAIN Meulaboh itu kata Mahfud jelas menyisakan pertanyaan yang besar, ada apakah gerangan sehingga membuat proses tersebut dianggapnya cukup aneh itu.
“Tidak diangkatnya Syamsuar itu pun menimbulkan ketidakpuasan meski sudah sesuai dengan prosedur,” imbuhnya.
“Sejauh menyangkut UIN/IAIN hanya 3 itulah yang saya sampaikan, lengkap dengan peristiwa dan segala identitas subyek yang bisa diklarifikasi. Adapun soal UIN Malang peristiwanya disampaikan oleh Prof. Mujia,” tuturnya.
Mahfud MD Tak Pernah Sebut Pengangkatan Rektor UIN Jakarta Bermahar Rp5 Miliar
Masih dalam keterangan Mahfud MD, dirinya tidak pernah mengatakan bahwa pengangkatan rektor di UIN Syarief Hidayatullah Jakarta terdapat mahar Rp5 miliar di dalamnya. Dan adanya orang yang meminta uang Rp5 miliar tersebut adalah hanyalah dalam cerita Andi Faisal Bakti, meskipun Mahfud juga tidak memastikan apakah orang yang mendatangi Andi Faisal Bakti adalah utusan pihak tertentu atau hanya orang yang mengaku-ngaku saja.
“Lihat baik-baik: Sejauh menyangkut isu uang Rp5 M itu saya hanya menyampaikan bahwa saya dan Pak Jasin sama-sama mendapat informasi tentang adanya orang yang datang ke AFB meminta uang Rp5 M. Tapi saya tidak menyebut apa itu benar dan siapa yang meminta. Sebab bisa saja itu hanya orang yang mengaku-ngaku utusan pejabat,” jelas Mahfud.
Pada dasarnya, apa yang disampaikan Mahfud tersebut hanyalah memberikan contoh beberapa persoalan yang sebenarnya menjadi penyakit birokrasi yang tengah menjangkit lembaga negara yakni Kementerian Agama. Maka dari itu, dalam dialog di program yang dipimpin oleh Karni Ilyas itu, Mahfud berseloroh kepada Nusron Wahid yang juga ikut hadir sebagai narasumber untuk memberikan masukan kepada Istana.
“Sehingga, Pak, ini harus diperbaiki, pak, Kementerian Agama, Departemen Agama ini harus diperbaiki. Pak Nusron, Anda dekat dengan Istana. Beri tahu ini,” kata Mahfud dalam program tersebut.
Celah utama dalam persoalan birokrasi di Kementerian Agama ini juga disinggung oleh Mahfud agar dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Mereka yang disebut adalah yang menduduki jabatan di Sekretariat Jenderal Kementerian Agama dan Biro Kepegawaian Kementerian Agama.
“Sehingga saya katakan ini ada masalah harus diperiksa ini, Sekjen, Kepala Biro Kepegawaian, saya kira dia punya peran penting di situ. Entah ada korupsinya entah tidak, tapi pasti lewat dia setiap urusan seperti ini,” tegasnya.
Tayangan lengkap statemen Mahfud MD
[NOE]