Indonesia Bakal Kejar Pajak Google CS, Regulasinya Siap Diluncurkan

Google
Source image : digitaltrends.com

Inisiatifnews – Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati tidak kehabisan akal untuk menarik pajak perusahan digital luar negeri yang beroperasi di Indonesia.

Perusahaan tersebut diantaranya adalah Google, Youtube, Netflik hingga Spotify.

Bacaan Lainnya

Cara baru Sri Mulyani tersebut dengan menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) baru di bidang perpajakan. RUU ini akan menyangkut tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan mengatakan, dalam aturan saat ini pemerintah hanya bisa menarik pajak pertambahan nilai (PPH) dari barang dan jasa yang memiliki Badan Usaha Tetap (BUT).

Oleh karenanya, dalam RUU baru ini, istilah BUT akan dihapuskan, sehingga pemerintah bisa menarik pajak perusahaan luar yang masuk ke Indonesia, meskipun tidak memiliki kantor fisik di RI.

“Mendefinisikan BUT disini akan berlaku pada hal yang belum ada tax treaty. Kalau sudah ada kita baca tax treaty-nya,” ujar Robert di Kantornya, Kamis (5/9/2019).

Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di antara mereka.

Dengan adanya tax treaty maka pemerintah akan berdiskusi langsung antar negara mengenai pajak perusahaan tersebut. Misalnya, google berasal dari Amerika Serikat (AS), jika ada tax treaty maka pemerintah bisa berdiskusi langsung dengan pemerintah AS mengenai pajak tersebut.

Setelah ada kesepakatan pajak antar kedua negara, maka pemerintah bisa langsung meminta pajak ke Google atas hasil penghasilannya selama beroperasi di dalam negeri.

“Kami masih harus mendetailkan persisnya, semangatnya kita akan menjajaki pendapatan yang sumbernya dari Indonesia,” tegasnya.

Sebagai informasi, salah satu poin yang telah disusun dalam RUU ini adalah Pemerintah menghapuskan definisi Badan Usaha Tetap (BUT) sebagai klasifikasi wajib bagi perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia. Nantinya, definisi BUT tak lagi didasarkan pada kehadiran fisik. Artinya, meskipun perusahaan digital tidak memiliki kantor cabang, mereka tetap mempunyai kewajiban pajak.

Potensi pendapatan dari penarikan Pajak Google Cs

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, potensi pajak dari Google cs cukup besar dan terus meningkat setiap tahunnya. Potensi pajak tersebut dihitung dari penghitungan total konsumsi jasa dan barang tak berwujud yang berasal dari luar negeri dan kemudian masuk ke Indonesia.

Ia merinci, pada 2018 total konsumsi jasa dan barang tak berwujud yang berasal dari luar negeri mencapai Rp 93 triliun. Dengan demikian, jika saat itu dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% maka total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 9,3 triliun.

“Studi oleh Google-Temasek, pada 2025 konsumsi jasa dan barang tak berwujud dari luar negeri ke Indonesia mencapai Rp 277 triliun sehingga PPN nya Rp 27 triliun,” ujar Robert di Kantornya, Jakarta, Kamis (5/9).

Dengan potensi penerimaan ini, maka pemerintah saat ini tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk bisa menarik pajak Google cs. Dengan demikian, pemerintah akan memiliki payung hukum jelas untuk tata cara penarikan pajak perusahaan tersebut tanpa Badan Usaha Tetap (BUT).

Temukan kami di Google News.

Pos terkait