Inisiatifnews.com – Peneliti Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Hasin Abdullah memberi gelar Mahfud MD sebagai simbol kebangkitan NKRI melawan radikalisasi khilafah.
Hasin menerangkan, virus radikalisasi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) telah gagal memenangkan tampuk kekuasaan negara. Dalam hal ini, ide kelompok tersebut ingin mengganti ideologi Pancasila dengan khilafah Islamiah sebagai sistem pemerintahan negara Islam. Baik itu, dari sistem politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Namun, virus ISIS kembali digagalkan oleh peran Mahfud MD, yang kini dipercaya oleg Presiden Jokowi memegang kendali Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Wajah dunia internasional, lanjut Hasin, terutama Indonesia selalu merasakan ketakutan akibat radikalisme dan terorisme yang lahir dari ISIS. Kelompok yang menggunakan sentimen agama ini, yaitu Islam. Tentu berdampak negatif terhadap stigma Islam sebagai agama yang tidak pernah mengajarkan pemeluknya melakukan kekerasan dan kebiadaban sesama manusia.
ISIS selama ini mengakui ajaran Islam sebagai tujuan utama tegaknya khilafah. Tetapi, konsep keislaman mereka. Mulai dari jihad, pembunuhan, bom bunuh diri, takfiri, hijrah dan lain-lain sebagainya merupakan ikon doktrinal mereka yang menjadi jualan utama dalam membenarkan berbagai cara kekerasan dan menarik sebanyak mungkin pendukung dari berbagai kalangan.
Pasca kekalahan mereka di Suriah 2019 lalu, sungguh membuat eks ISIS sadar dan ingin berhijrah ke Indonesia. Namun, hasrat untuk berhijrah tampak ada penolakan dari elit negara karena masih ada beberapa alasan. Pertama, kepulangan lebih dari 600 eks ISIS bisa berdampak negatif bagi masyarakat yang mencintai Pancasila. Kedua, munculnya khilafatisme di Indonesia.
Kedua alasan ini terjawab sudah pasca Mahfud MD Menkopolhukam memutuskan menolak 689 WNI yang diduga teroris pelintas batas (foreign teroris fighter) dan eks anggota kelompok teror ISIS yang tersebar di beberapa negara Timur Tengah kembali pulang kampung.
Angka tersebut berdasarkan data CIA (Central Intelegence Agency). Sebanyak 228 ada identitas dan teridentifikasi. Sisanya 401 tidak teridentifikasi. Sementara dari Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP) ada 185 orang. Mungkin 185 orang itu sudah jadi bagian dari 689 dari CIA.
Disebutkan Hasin, penolakan Mahfud MD, berdasarkan laporan lembaga internasional, adalah merupakan simbol kebangkitan NKRI dalam menangkal modus radikalisasi dan terorisasi ISIS. Karena itu, putusannya sesuai dengan kaidah “dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih”. Artinya, menolak bahaya harus lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan.
“Mahfud sebagai negarawan dan intelektual hukum Islam moderat membawa dampak positif dalam menuntaskan isu-isu radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Sebab itu, terkait keamanan kita agar tidak terancam dan terpapar paham radikal yang berpotensi melahirkan terorisme, yaitu legitimasi kekerasan atas nama agama dan perlawanan kepada negara,” tandasnya.
ISIS, diterangkan Hasan, adalah sebuah kelompok radikal dan teroris telah diyakini sebagai musuh semua agama dan negara. Kerap kali aksi kekerasan mereka ditampilkan ke publik dan dianggap sebuah kebenaran. Padahal, tindakan tersebut sungguh sebuah kesesatan, dan kebiadaban yang tidak memiliki wawasan agama. Sehingga, nurani kemanusiaan mereka tertutup rapi.
ISIS adalah antitesa NKRI. Karena itu, keberadaan gerakan radikal ini sangat berpotensi mengancam keutuhan NKRI, karena gerakan penyebaran ajaran ISIS kian masif di berbagai daerah, dan jumlah pengikut ISIS juga kian bertambah.
“Langkah pemerintah harus kita hormati menolak kepulangan 600 WNI eks ISIS. Sebab itu, adalah langkah preventif,” ujar Hasin.
Oleh sebab itu, berkat Mahfud MD sebagai menteri Jokowi yang melakukan preventifisasi, dinilainya sebagai kemenangan dan simbol kebangkitan NKRI dalam melawan radikalisasi khilafah yang diinginkan oleh ISIS.
“Masyarakat Indonesia perlu berbangga diri karena memiliki sosok Mahfud MD sebagai intelektual hukum Islam moderat yang menjadi benteng kekuatan dari virus radikalisasi dan terorisasi,” pungkasnya. (FMM)