Inisiatifnews.com – Anggota Kompolnas 2016-2020, Andrea H Poeloengan menilai bahwa tudingan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane terkait praktik maladministrasi terhadap penunjukan Komjen Pol Boy Rafli Amar sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Tuduhan maladministrasi oleh Neta IPW saya pikir terlalu prematur dan terburu-buru, kecuali yang bersangkutan dengan alat bukti permulaan yang cukup telah melaporkan kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) atas hal yang dianggapnya sebagai sebuah maladministrasi,” kata Andrea dalam siaran persnya yang diterima Inisiatifnews.com, Minggu (3/5/2020).
Menurutnya, penunjukan Kepala BNPT pengganti Komjen Pol Suhardi Alius merupakan usulan dari Kapolri selaku pimpinan tertinggi institusi Kepolisian. Kemudian melalui Surat Telegram itu, Kepala BNPT pengganti harus dilantik oleh Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Dan itu termaktub di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penaggulangan Terorisme. Sehingga jelas bahwa ppenunjukan Kepala BNPT merupakan domain Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Dan akan ada cerita lain ketika rekomendasi Presiden justru tidak dijalankan dengan bentuk pelantikan.
“Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) memang Kepala BNPT diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, ya artinya nanti Presiden yang akan mengangkat dan melantik,” paparnya.
Jika memang Neta S Pane menyebut ada praktik maladministrasi dalam penunjukan Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT, Andrea menyarankan agar Ketua IPW itu melaporkannya kepada instansi terkait agar bisa diuji apakah benar ada maladministrasi di sana.
Hanya saja ketika Neta ternyata tidak bisa membuktikan tudingannya, maka ia berpendapat bahwa aktivis pengamat Kepolisian itu hanya ingin mencari perhatian dan merusak citra Polri saja.
“Kalau ternyata Neta IPW tidak bisa membuktikan tuduhan maladministrasi tersebut, maka dia hanya membuat gaduh dan membangun citra buruk bagi Polri,” tuturnya.
Perlu diketahui, bahwa Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis telah merotasi 271 perwira tinggi dan menengah melalui Surat Telegram Kapolri bernomor ST/1378/KEP/2020 pada hari Jumat (1/5). Salah satu yang dimutasi yakni Komjen Pol Suhardi Alius yang dipindahkan menjadi Analis Kebijakan Utama Bareskrim Polri. Sebagai gantinya, Irjen Boy Rafli Amar yang menjabat Wakil Kepala Lemdiklat Polri ditunjuk menjadi Kepala BNPT dengan naik pangkat menjadi Komisaris Jenderal Polisi.
Sementara itu, Presidium IPW, Neta S Pane menyebut bahwa Telegram Rahasia (TR) yang dikeluarkan Kapolri Idham Azis untuk mengangkat Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT adalah sikap maladministrasi.
“Penunjukan Irjen Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT oleh TR (telegram rahasia) Kapolri adalah sebuah maladministrasi. TR Kapolri tentang penunjukan itu bisa dinilai sebagai tindakan melampaui wewenangnya dan hendak mem-fait accompli serta mengintervensi Presiden Jokowi. Untuk itu, TR pengangkatan Boy Rafli sebagai Kepala BNPT itu harus segera dicabut dan dibatalkan,” kata Neta dalam keterangan tertulis, Minggu (3/5).
Bagi Neta, menunjuka dan mengangkat Kepala BNPT bukan domain Kapolri melainkan langsung menjadi kebijakan dari Presiden.
“Pengangkatan Kepala BNPT adalah wewenang presiden. Bahkan, presiden punya wewenang untuk memperpanjang masa jabatan Kepala BNPT yang menjabat sekarang. Di saat Ansaad Mbay menjadi Kepala BNPT, presiden pernah memperpanjang masa jabatannya. Ansaad yang sudah pensiun dari Polri tetap menjabat sebagai Kepala BNPT,” papar Neta.