Rektor UII Harap Peneror Dosennya Ditindak Tegas

UII
Landmark UII Yogyakarta.

Inisiatifnews.com Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid menilai bahwa tidakan teror dan intimidasi yang dialamatkan kepada salah satu dosen di kampusnya merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan sama sekali.

“Tindakan intimidasi terhadap panitia penyelenggara dan narasumber diskusi sungguh tidak dapat dibenarkan baik secara hukum maupun akal sehat,” kata Prof Fathul dalam konferensi persnya, Minggu (31/5/2020).

Bacaan Lainnya

Ia tak habis pikir mengapa ada orang-orang yang dengan cepat menyimpulkan sebuah materi diskusi sementara agenda diskusi tersebut belum digelar. Apalagi tudingannya cukup fatal yakni makar.

“Bagaimana mungkin diskusi belum dilaksanakan, materi belum pula dipaparkan, tetapi penghakiman bahwa kegiatan diskusi akan berujung makar sudah disampaikan,” ujarnya.

Kemudian ia pun mengaku sangat menyayangkan dan mewakili sebagai civitas akademika UII Yogyakarta, bahwa tindakan intimidatif dan teror yang dialamatkan kepada salah satu dosennya itu merasa prihatin.

“Sivitas akademika Universitas Islam Indonesia, khususnya sivitas akademika Fakultas Hukum UII merasa prihatin dengan kejadian intimidasi yang terjadi,” pungkasnya.

Oleh karena itu, ia pun berharap agar aparat kepolisian bisa menyelidiki dan menindak secara tegas pelaku intimidatif dan teror terhadap dosennya itu.

“Oleh karena itu, harus ada tindakan yang tegas dari penegak hukum terhadap oknum pelaku tindakan intimidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Perlu diketahui, bahwa rencana agenda diskusi bertemakan “Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” yang akan digelar oleh Constitution Law Society (CLS) dengan mengundang narasumber utama yakmi Guru Besar Hukum Tata Negara UII, Prof Ni’matul Huda terpaksa dibatalkan.

Sebelumnya, Presiden CLS, Aditya Hilmawan yang juga mahasiswa aksif Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan bahwa materi diskusi yang sempat akan digelarnya itu sama sekali tidak mengarah ke wacana makar atau pemberhentian Presiden.

Justru mereka ingin meluruskan bahwa apa yang menjadi polemik di kalangan masyarakat dewasa ini tentang apa saja yang bisa menjadikan seseorang diberhentikan dari jabatannya sebagai Presiden, dengan melihat kacamata hukum tata negara.

“Maka dari itu, kami menghadirkan akademisi yang ahli di bidangnya dengan harapan dapat memberikan gambaran dan pemahaman kepada masyarakat luas, serta meluruskan persepsi publik mengenai pemberhentian Presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia,” kata Aditya. [NOE]

Temukan kami di Google News.

Pos terkait