Inisiatifnews.com – Pembina Federasi Guru dan Tenaga Honorer,swasta Indonesia (FGTHSI), Didi Suprijadi menyoroti nasib para guru di Indonesia, khususnya mereka yang masih berstatus honorer.
Menurut Didi, pemerintah dianggap kurang serius dalam menjamin kesejahteraan para guru honorer di Indonesia. Hal ini disebutkan Didi lantaran pemerintah berencana tidak akan menggelar penjaringan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) melainkan malah membuka seleksi bagi PPPK dengan jumlah yang sangat besar.
“Duka cita karena pemerintah berencana melaksanakan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahun 2021. Total ada 1,2 juta kuota PPPK di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Didi dalam keterangan refleksi akhir tahun dengan tema “Diskriminasi Pemerintah Terhadap Guru”, Kamis (31/12/2020).
Padahal menurut Didi, di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), disebutkan bahwa ada dua macam kategori ASN yaitu PNS (pegawai negeri sipil) dan PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja).
Jika pemerintah pusat hanya membuka PPPK, maka ke depan tidak lagi ada guru dengan status PNS.
“Padahal sudah jelas UU memerintahkan ada dua jenis ASN yang mengabdi kepada negara yaitu PNS dan PPPK,” ujarnya.
Disampaikan oleh Didi, bahwa pemerintah harus benar-benar menyadari betapa pentingnya profesi guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya untuk menjadi pendidik para generasi bangsa Indonesia. Sudah seharusnya pula pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap nasib dan kesejahteraan mereka.
“Diperlukan ketenangan jiwa, perlu status kepegawaian yang tetap serta kesejahteraan lahir dan bathin. Bila guru ditetapkan sebagai PPPK maka ketenangan jiwa guru akan terpecah antara konsentrasi mendidik dan perpanjangan kontrak kerja,” paparnya.
Dengan status PPPK itu, Didi berpendapat bahwa kesejahteraan guru akan terabaikan.
“PPPK setiap tahun atau paling lama lima tahun akan dilakukan perpanjangan kontrak kerja. Buruh saja dalam perjanjian kontrak kerja disebutkan setelah dua tahun bekerja baik secara berturut turut maka, tahun ketiga akan menjadi pegawai tetap,” terangnya.
Diktakan oleh Didi lagi, apabila seorang guru honorer yang berusia di atas 35 tahun sesuai aturan yang dibolehkan mengikuti seleksi PPPK, maka guru honorer usia di bawah 35 tahun pun seharusnya masih diberikan kesempatan untuk mengikuti seleksi CPNS.
“Pemerintah tidak boleh diskriminasi,” tegasnya.
Di sisi lain, Didi menilai bahwa fungsi pendidikan dalam pemerintah bukan hanya ada pada Kemendikbud, akan tetapi ada juga pada Kementrian Agama.
Rencana seleksi PPPK tahun 2021 hanya diperuntukan untuk guru-guru di bawah Kemendikbud, sedangkan guru-guru Madrasah tidak diikutsertakan dalam rencana seleksi.
Oleh karena itu, ia pun mempertanyakan apakah pemerintah sedang melalukan dikotomi atau tidak.
“Pemerintah ada kecenderungan melakukan diskriminasi terhadap guru guru Madrasah. Ada apa?,” paparnya.
Berdasarkan catatan yang dirilis oleh Didi, bahwa Kementerian Agama saat ini mempunyai 617.544 guru madrasah yang berstatus Non PNS/honorer atau 82,28%. Sedangkan guru madrasah yang berstatus PNS sebanyak 132.907 (17,71%).
Selain itu, Kemenag mempunyai dan membina 124.781 guru PAI pada satuan pendidikan sekolah yang berstatus Non PNS/Honorer (53,86%) dan guru PAI PNS sebanyak 106.874 (46,13%).
Selanjutnya, guru-guru agama non PNS di sekolah negeri sebanyak 124.781 orang tidak bisa mendaftar untuk mengikuti seleksi PPPK tahun 2021 akibat kebijakan yang cenderung diskriminatif.
Pria yang karib disapa ayah Didi itu menyarankan agar pemerintah tidak terkesan diskrimatif, maka dalam rekrutmen PPPK tahun 2021 mengikut sertakan juga guru-guru honorer yang ada di bawah kementrian agama.
“Termasuk guru-guru honorer bidang studi Agama kementrian agama yang ada di sekolah sekolah negeri,” ucapnya.
Kemudian, status ASN PNS bagi masyarakat Indonesia merupakan kebanggan sekaligus juga kepuasan bathin dan ketenangan jiwa, begitu juga bagi guru.
Untuk itu agar tidak terjadi kesan diskriminatif dengan pegawai negeri sipil lainnya maka guru juga masih diberikan kesempatan menjadi PNS.
“Guru guru muda usia di bawah 35 tahun sesuai aturan kiranya bisa diberikan kesempatan untuk mengikuti seleksi CPNS,” tutupnya.