Inisiatifnews.com – Direktur Eksekutif Komite Pemberantasan Mafia Hukum (K-PMH) Habib Muannas Alaidid menyayangkan sikap sekjen HRS Center, Haikal Hassan Baras yang terus memprovokasi soal kematian 6 orang laskar khusus FPI.
“Pengangguran bikin polling, Haikal kayak gak ada kerjaan aja,” kata Muannas, Sabtu (13/3/2021).
Dalam konstruksi hukum, Muannas menyebut bahwa pembuktian harus dilakukan berdasarkan fakta dan bukti yang memadai dan kuat. Bukan hanya melalui provokasi dan opini.
Jika hanya berdasarkan asumsi semata, itu bukan cara orang bijak mengedepankan konstruksi hukum untuk mencari keadilan, melainkan hanya seorang provokator dan pendusta.
“Cuma provokator dan pendusta yang tentukan pelanggaran ham atau bukan hanya berdasarkan opini, bukan alat bukti,” ujarnya.
Komentar ini disampaikan Muannas Alaidid untuk menyikapi upaya Haikal Hassan menggalang suara pengguna sosial media, tentang perspektif mereka terhadap kasus kematian 6 orang pengawal Rizieq Shihab.
Dari hasil polling yang dilakukannya di sosial media, Haikal Hassan menyebut, lebih dari 90 persen mereka yang mengisi polling merasa kasus tersebut masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Polling itu dibuka oleh Haikal Hassan di akun Twitternya @haikal_hassan pada hari ini, pukul 04.12 WIB. Hingga berita ini diturunkan, sudah sebanyak 10.431 orang berpartisipasi. Hasilnya, 97 persen memilih sebagai Pelanggaran HAM berat, 1 persen memilih Pelanggaran HAM biasa, dan 2 persen memilih Bukan Pelanggaran HAM.
Pelanggaran HAM berat punya kualifikasi
Sebelumnya, 7 orang yang mengatasnamakan diri Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 Laskar FPI yang dipimpin oleh Abdullah Hehamahua dan dimotori oleh Amien Rais telah diterima langsung oleh Presiden Joko Widodo yang didampingi Menko Polhukam Mahfud MD dan Mensesneg Pratikno.
Agenda pertemuan yang berlangsung selama sekira 15 menit di Istana Kepresidenan Jakarta itu mendapatkan respon dari pemerintah, bahwa mereka sangat terbuka dengan berbagai masukan yang disampaikan kepada masyarakat. Termasuk juga dengan kasus kematian pengawal Rizieq Shihab di KM 50 Jalan Tol Jakarta – Cikampek pada hari Senin 7 Desember 2020 dini hari lalu.
“Pemerintah terbuka,” tegas Mahfud dalam jumpa persnya usai dampingi Presiden Jokowi terima audiensi Amien Rais dan rekan-rekannya, Selasa (9/3).
Mahfud juga mengajak kepada semua pihak untuk tetap memberikan masukan yang konstruktif, sehingga penegakan hukum terhadap penanganan kasus tersebut bisa dituntaskan dengan baik sesuai hukum positif yang berlaku. Caranya adalah dengan memberikan tambahan bukti yang kuat jika ada yang merasa bahwa peristiwa itu masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat, seperti halnya apa yang diutarakan oleh TP3 dan beberapa kalangan itu.
“Kalau ada bukti pelanggaran HAM berat, mana sampaikan atau nanti disampaikan menyusul kepada Presiden. Bukti, bukan keyakinan,” tuturnya.
Karena jika hanya berdasarkan keyakinan semata, sulit nantinya jika dilakukan konstruksi hukum di dalam persidangan. Karena dalam pembuktiannya, harus didasari oleh bukti-bukti autentik.
Jika TP3 atau elemen lain yang memiliki keyakinan serta bukti penunjang bahwa kasus tersebut adalah kategori pelanggaran HAM berat, Mahfud menyarankan agar bisa disampaikan kepada Komnas HAM jika tidak percaya dengan Kepolisian atau Kejaksaan.
“Kita minta TP3 atau siapapun yang punya bukti-bukti lain, kemukakan di proses persidangan, sampaikan melalui Komnas HAM kalau ragu pada Polisi dan Kejaksaan,” tuturnya. [NOE]