Inisiatifnews.com – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membagikan sebuah video yang dijadikannya sebagai contoh tentang hoaks yang bisa memicu instabilitas sosial.
Dalam video tersebut menunjukkan frame, bahwa ada salah satu jaksa yang ditangkap dalam kasus suap yang berkaitan dengan kasus Rizieq Shihab sebagai terdakwa perkara kerumunan Petamburan dan Megamendung.
“Video ini viral, publik marah ada jaksa terima suap dalam kasus yang sedang diramaikan akhir-akhir ini. Tapi ternyata ini hoaks,” kata Mahfud MD dalam keterangannya, Minggu (21/3).
Disebutkan Mahfud, penangkapan Jaksa seperti yang ada dalam video tidak ada kaitannya dengan perkara Rizieq, melainkan kasus lain yang terjadi pada tahun 2016 silam di Sumenep.
Di mana Jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur bernama Ahmad Fauzi ditangkap oleh Tim Saber Pungli Kejati Jawa Timur dalam kasus penanganan perkara penjualan tanah kas desa di Desa Kalimohok, Sumenep, Jawa Timur.
Ahmad Fauzi disebut menerima duit haram dari Abdul Manaf (AM) sebesar Rp 1,5 miliar.
“Penangkapan atas jaksa AF oleh Jaksa Yulianto itu terjadi 6 tahun lalu di Sumenep. Bukan di Jakarta dan bukan dalam kasus yang sekarang (Rizieq Shihab),” ujarnya.
Mahfud MD menegaskan, untuk contoh video disinformasi semacam inilah peran Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi sangat penting keberadaanya.
“Untuk kasus seperti inilah, antara lain, UU ITE dulu dibuat,” papar Mahfud.
Video yang ditautkan Mahfud ini sebagai contoh tentang disinformasi dan pelurusan pemberitaan. Dan bagi yang menyebarkan untuk kepentingan pengkondisian instabilitas sosial dan politik, inilah yang perlu diberikan penanganan secara hukum.
“Sengaja memviralkan video seperti ini tentu bukan delik aduan, tetap harus diusut,” sebutnya.
Hanya saja, Mahfud menegaskan bahwa pemerintah masih terus menelaah tentang UU ITE yang saat ini masih menjadi pro dan kontra di kalangan publik. Walaupun begitu, pemerintah akan tetap berhati-hati untuk menyaring UU tersebut untuk meminimalisir pasal karet.
“Tetapi kita tetap akan menelaah kemungkinan revisi UU ITE untuk menghilangkan potensi pasal karet dan membedakan delik aduan dan delik umum di dalamnya,” pungkasnya. (INI)