Jakarta, Inisiatifnews.com Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S. Cahyono menyampaikan, bahwa Presiden KSPI akan menggelar konferensi pers terkait dengan sikap mereka terhadap rencana Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 versi Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah.
“Adapun agenda yang akan disampaikan dalam Konferensi Pers ini adalah menolak formula kenaikan upah minimum 2022 versi Menaker,” kata Kahar dalam keterangannya yang diterima Inisiatifnews.com, Senin (15/11).
Perlu diketahui, bahwa Kementerian Tenaga Kerja mengatakan, bahwa upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 rata-rata naik 1,09 %. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri.
Dalam keterangannya secara virtual, lembaganya itu menyebut, bahwa persentase yang diutarakan itu merupakan rata-rata semua provinsi. Namun ia menekankan, bahwa bukan berarti bahwa semua provinsi akan mengalami kenaikan UMP 2022 sebesar 1,09 %.
“Rata-rata penyesuaian UMP adalah 1,09 %. Di sini kan rata-rata, bukan berarti semua provinsi naik 1,09 %,” ujar Putri hari ini.
Sementara itu sebelumnya, KSPI sendiri melalui berbagai narasi yang diutarakan bahwa pihaknya mendesak pemerintah untuk menaikkan UMP 2022 antara 7-10 persen.
Menurut Iqbal, angka 7 sampai 10 persen itu bukan tiba-tiba muncul, melainkan berasal dari hasil survei pasar yang dilakukan oleh serikat buruh dengan menggunakan parameter kebutuhan hidup layak (KHL) sesuai dengan rujukan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Berdasarkan hasil survei yang dilakukan KSPI di 10 provinsi, di mana di tiap provinsi dilakukan survei di 5 pasar tradisional dengan menggunakan parameter 60 item KHL sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003, didapatlah rata-rata kenaikan UMK/UMP adalah 7%-10%,” kata Said Iqbal dalam keterangannya, Rabu (10/11).
Alasan KSPI menggunakan UU Nomor 13 Tahun 2003 adalah karena saat ini buruh sedang menggugat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingga instrumen hukum yang dianggap saat ini lebih relevan untuk diterapkan adalah UU tersebut.
“Karena judicial review UU Cipta Kerja belum inkrah, maka Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang lama masih berlaku,” ujarnya.
Selain menyikapi persoalan kenaikan UMP 2022 versi Kementerian Tenaga Kerja, KSPI juga akan menyampaikan rencana mereka untuk melakukan mogok nasional.
Aksi mogok nasional ini juga masih berkaitan dengan wacana Kemenaker yang akan menaikkan UMP 2022 hanya sebesar 1,09 persen itu.
“Rencana mogok nasional 2 juta buruh dengan cara stop produksi sesuai konstitusi untuk menolak kenaikan upah minimum 2022 versi Menaker tersebut,” ujarnya.