JAKARTA, Inisiatifnews.com – Pengamat politik, Muhammad AS Hikam mengapresiasi langkah wakil ketua MPR RI Ahmad Basarah yang menyatakan, bahwa secara pribadi maupun kelembagaan di PDI Perjuangan, telah mencabut dukungan terhadap amandemen UUD 1945, dengan alasan khawatir akan adanya penumpang gelap.
Namun, Hikam menyarankan agar suara penolakan itu juga menggaung dari balik Istana Negara.
“Kalau bisa, baiknya langsung saja diperkuat oleh Istana dengan pidato Presiden Jokowi yang tegas menyetujui pandangan Waketum MPR yang pastinya juga sudah direstui bu Megawati,” kata Hikam dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (20/3).
Menurut Hikam, suara lantang Presiden Joko Widodo tersebut sangat penting didengar oleh masyarakat secara luas. Sehingga persoalan wacana penolakan amandemen tersebut tidak dianggap hanya sekedar gimmick semata.
Sekaligus kata Hikam, pernyataan sikap Presiden Jokowi itu pun bisa menghentikan polemik maupun pro dan kontra terhadap wacana amandemen itu.
“Ini penting supaya orang-orang yang masih terus memainkan opini seakan Presiden Jokowi masih membuka diri terhadap usulan-usulan gabrul tentang Amandemen UUD 1945 itu juga berhenti atau dihentikan melalui media dan media sosial,” tuturnya.
Lebih lanjut, akademisi dari President University itu pun mengimbau kepada seluruh elite politik untuk tunduk saja terhadap konstitusi yang ada. Tidak melakukan manuver yang justeru mengarah kepada misi inkonstitusional.
“Jalankan saja konstitusi secara murni dan konsekuen. Nggak usah terpincut oleh gabrulan pekok para penjilat yang berasal dari petualang politik dan oligarki,” pungkasnya.
Ahmad Basarah cabut dukungan amandemen UUD 1945
Perlu diketahui, bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta agar agenda Amandemen UUD 1945 untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang saat ini sedang dibahas Badan Kajian MPR, dihentikan sementara. Sikap PDIP berbalik arah karena khawatir agenda tersebut akan disusupi amandemen soal pasal perpanjangan masa jabatan presiden.
“Mengingat dinamika politik yang berkembang, apalagi saat ini tengah ramai wacana penundaan pemilu yang akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden, maka sebaiknya rencana amandemen terbatas UUD tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024 ini,” ujar Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah, Kamis (17/3).
Menurut Basarah, amandemen UUD 1945 sebaiknya tidak dilaksanakan dalam situasi psikologis bangsa yang tidak kondusif seperti saat ini. Dia menilai saat ini ada rasa saling curiga di antara sesama komponen bangsa akan adanya kepentingan perorangan maupun kelompok tertentu.
“Sebelum memulai langkah formil perubahan UUD, MPR harus lebih dahulu memastikan situasi dan kondisi psikologi politik bangsa dalam keadaan yang kondusif dan sama-sama memiliki common sense bahwa amandemen UUD tersebut sebagai suatu kebutuhan bangsa, bukan kepentingan satu kelompok apalagi perseorangan tertentu saja,” tuturnya.
Di samping itu, Basarah menyatakan saat ini partai politik juga sudah mulai sibuk menyiapkan diri menyongsong pemilu serentak 2024. Karena itu, Basarah menilai mereka tak akan fokus pada amandemen UUD 1945.
“Namun demikian, MPR tetap berkomitmen terus membahas PPHN tersebut agar dapat direkomendasikan pada MPR periode berikutnya,” kata Basarah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut, bahwa usulan penundaan Amandemen UUD 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang disampaikan Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, merupakan sikap resmi partai.
“Itu sikap resmi partai,” ujar Hasto.