JAKARTA, Inisiatifnews.com – Kondisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) semakin rumit seiring sejumlah blunder yang dilakukan oleh Ketua Umumnya, yakni Suharso Monoarfa, terutama pasca pernyataan Suharso yang menyebut amplop kyai sebagai bentuk politik uang.
Saat ini telah muncul surat kedua yang meminta Suharso Monoarfa untuk mengundurkan diri dari posisi Ketum DPP PPP setelah surat pertama dari Tiga majelis yang terdiri dari Majelis Syariah, Majelis Kehormatan dan Majelis Pertimbangan tak kunjung direspon.
Tiga majelis itu terdiri dari Majelis Syariah, Majelis Kehormatan dan Majelis Pertimbangan kembali mengirimkan surat ke Suharso. Dalam surat tertanggal 24 Agustus 2022 tersebut meminta Suharso untuk serius mundur.
“Permintaan pengunduran ini kepada saudara Suharso Monoarfa ini semata hanya untuk kebaikan kita bersama sebagai pengemban amanah dari pendiri PPP,” tulis surat yang diantaranya ditandatangani Ketua Majelis Syariah KH Mustofa Aqil Siroj, Ketua Majelis Kehormatan KH Zarkasih Nur, dan Ketua Majelis Pertimbangan Muhamad Mardiono. Surat juga ditandatangani putra almarhum KH Maimoen Zubair yaitu KH Abdullah Ubab Maimoen Zubair dan juga KH Ahmad Haris Shodaqoh, KH Muhyidin Ishaq, KH Fadlolan Musyaffa’.
Para ketua majelis dalam surat itu menyebutkan bahwa Suharso mengabaikan surat pertama dengan tidak memberikan jawaban baik secara lisan maupun tertulis. Padahal keadaan PPP semakin memburuk di tengah masyarakat.
Maka, pengunduran Suharso diyakini akan meredakan gejolak di kalangan masyarakat, terutama para habaib, kyai, danti, dan para pendukung PPP.
“Selanjutnya mekanisme akan diatur sesuai peraturan organisasi yang ada pada AD/ART Partai Persatuan Pembangunan (PPP),” lanjut surat tersebut.