JAKARTA, Inisiatifnews.com – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas malam ini membuka Kongres Aksara Pegon. Kongres yang diinisiasi Kementerian Agama ini merupakan kali pertama digelar.
Menag menilai aksara pegon perlu dibakukan agar tidak menghilang, sebagaimana ada beberapa aksara daerah yang hilang karena tidak ada yang mencoba untuk melestarikan.
“Kita berutang banyak terhadap aksara pegon. Mungkin kita tidak akan bisa merasakan nikmatnya berislam di nusantara kalau tidak ada huruf pegon yang menjadi perantara syiarnya,” terang Gus Men, sapaan akrab Menag dalam sambutannya di Jakarta, Jumat (21/10).
“Utang ini harus kita bayar dengan menjaganya agar aksara pegon tidak hilang,” sambungnya.
Menag Yaqut mencontohkan Suluk Sunan Bonang yang ditulis dengan aksara pegon. Manuskrip itu digunakan untuk melakukan dakwah dan syiar Islam. Disebutkan, umat Islam Indonesia juga mengenal Kitab Al-Ibriz yang sangat popular di kalangan santri. Kitab tersebut ditulis dengan aksara pegon oleh KH Bisri Mustofa. Demikian juga dengan Al-Tarjamah Al-Munbalajah yang ditulis oleh KH Sahal Mahfudz dengan aksara pegon.
“Banyak kitab kontemporer yang bermanfaat bagi peradaban keislaman yang ditulis dengan aksara pegon,” jelas Menag.
Menurut Gus Yaqut, sapaan akrab lain Menag, peran penting aksara pegon lainnya adalah menjadi sarana untuk menulis teks sastra.
“Aksara pegon selain untuk syiar agama, juga digunakan untuk membuat teks sastra. Pegon juga berfungsi untuk surat menyurat. Terutama santri kepada santriwati. Surat-surat raja-raja zaman dulu juga menggunakan aksara pegon sebagai media komunikasi dengan raja yang lain, agar kolonial tidak bisa membaca. Jadi aksara pegon juga menjadi huruf yang sangat taktis yang bisa digunakan untuk mengelabui kolonial agar tidak paham,” tuturnya.
“Syair Ya Lal Wathan yang sekarang sangat popular yang diciptakan Mbah Wahab Chasbullah dan isinya semangat mencintai tanah air juga ditulis dengan Bahasa Arab agar Belanda tidak paham,” papar Gus Yaqut.
Fungsi yang tidak kalah penting dari aksara pegon adalah penulisan mantra. Ada kitab Mujarobat, kata Menag, yang juga ditulis dengan huruf pegon, berisi doa-doa, baik untuk mahabbah maupun untuk kepentingan yang lain.
“Kongres aksara pegon ini benar-benar menemukan momentumnya. Saya berharap agar tidak hanya pembakuan, tapi kongres ini juga menginisiasi proses digitalisasi aksara pegon agar dapat mengikuti perkembangan zaman,” pesan Menag.
Ke depan, kata Menag, kitab kuning tidak hanya dalam bentuk kertas, tapi akan berubah menjadi e-book atau sejenisnya yang berbasis elektronik. Aksara pegon perlu didorong agar mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi sehingga bisa bertahan menjadi sebuah khasanah sekaligus kekayaan nusantara yang tidak mudah hilang ditelan perkembangan zaman.
“Selamat berkongres. Semoga ikhtiar ini diridhoi Allah dan menjadi kontribusi kita bersama bagi peradaban Islam nusantara dan dunia,” tandas Gus Yaqut.