JAKARTA, Inisiatifnews.com – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyampaikan, bahwa sebuah Undang-Undang yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh majelis hakim bisa diperbaiki dengan Undang-Undang atau yang setingkat.
Produk hukum yang setingkat dengan Undang-Undang itu dikatakan Mahfud adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Hal ini disampaikan Mahfud MD terkait dengan polemik lahirnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang menjadi pengganti dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang divonis majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor 9-/PUU-XVIII/2020 sebagai UU inkonstitusional bersyarat.
“UU yang inkonstitusional bersyarat hanya bisa diperbaiki dengan UU atau yang setingkat UU yaitu Perppu,” kata Mahfud MD dalam keterangannya, Sabtu (31/12).
Pun Perppu bisa diterbitkan untuk mengganti Undang-Undang, Mahfud MD tetap memberikan standing bahwa kondisinya harus dalam konteks kegentingan. Sementara terkait dengan Perppu 2 Tahun 2022 tersebut, ada unsur kegentingan yang mendasarinya, yakni dalam konteks geopolitik.
“Secara prosedural, pembuatan Perppu untuk memenuhi tuntutan UU yang inkonstitusional bersyarat adalah bisa, asal ada kondisi kegentingan,” ujarnya.
Terkait konteks kegentingan yang dimaksud itu, Mahfu MD menyatakan bahwa hal itu menjadi penilaian dan hak secara pribadi dari Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara yang sah.
Lantas apakah konteks kegentingan itu sudah sesuai atau tidak, ia pun mempersilakan publik untuk mengujinya.
“Kegentingan adalah hak subjektif Presiden. Tinggal diuji,” pungkas Mahfud.
Tdk dpt. UU yg inkonstitusional bersyarat hny bs diperbaiki dgn UU atau yg setingkat UU yi Perppu. Scr prosedural pembuatan Perppu utk memenuhi tuntutan UU yg inkonstitusional bersyarat adl bisa asal ada kondisi kegentingan. Kegentingan adl hak subjektif Presiden. Tinggal diuji.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) December 31, 2022
Sebelumnya, Mahfud MD juga sudah menjelaskan beberapa konteks kegentingan itu kepada publik. Yakni terkait dengan kondisi global yang harus disikapi secara cepat melalui payung hukum yang memadai.
“Adapun alasan kegentingan atau kemendesakannya adalah perkembangan geopolitik, seperti terkait Perang Rusia-Ukraina, ancaman inflasi, stagflasi, perlunya kepastian bagi investor, dan lain-lain,” tandas Mahfud.