Kepala BNPT Ucap Terima Kasih ke Menko Polhukam Hingga Panglima TNI

Kepala BNPT, Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel.

JAKARTA, Inisiatifnews.com – Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel menyampaikan rasa syukur atas pencapaian yang ada, dimana angka serangan terorisme di Indonesia menunjukkan tren yang membanggakan, yakni turun sampai 89 persen lebih selama kurang lebih 5 tahun terakhir.

Alhamdulillah kasus serangan teror di Indonesia terus menurun dari tahun 2018 sampai tahun 2023. Penurunan ini sangat tajam sampai dengan 89 persen lebih,” kata Komjen Pol Rycko dalam syukuran Peringatan Hari Ulang Tahun ke-13 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme RI di Jakarta Theater, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/7).

Bacaan Lainnya

Selain itu, tren indeks radikalisme dan risiko terjadinya terorisme juga menunjukkan tren yang membanggakan. Bahkan di dalam kancah internasional, Indonesia dalam kategori medium impacted.

“Dan indeks potensi radikalisme dan indeks risiko terorisme terus juga menurun. Dan posisi Indonesia yang kami laporkan dalam Global Terrorism Index semakin baik dalam kategori medium impacted,” ujarnya.

Pencapaian situasi ini menurut Rycko tidak lepas dari kolaborasi aktif antara TNI dan Polri dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia.

“Faktor utamanya adalah semakin gencar dan masifnya penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri yang didukung oleh TNI,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia pun menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya secara khusus kepada Menko Polhukam Mahfud MD, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono atas kerja sama dan kolaborasi aktif untuk upaya-upaya besar ini.

Thanks you very much, for all your support and fight against terrorism,” ucap Rycko.

Jangan lengah

Lebih lanjut, mantan Kapolda Sumatera Utara dan Kapolda Jawa Tengah tersebut mengajak semua pihak untuk terus melakukan upaya pencegahan terorisme dan mempersempit ruang gerak penyebaran ideologi kekerasan mereka.

“Kita tidak boleh cepat berpuas diri dan apalagi menjadi lengah. Kita harus terus waspada dengan dinamika pergerakan yang muncul di permukaan, dari sel-sel jaringan terorisme yang mulai menyusup ke sendi-sendi kehidupan warga dan negara,” tukasnya.

Sebab kata dia, kelompok teroris di Indonesia tersebut selalu melakukan perubahan pola pergerakan sehingga semakin keras berupaya lolos dari pantauan.

“Kelompok ini mulai melakukan upaya pendekatannya, dari hard menjadi soft approach. Dari strategi blade menjadi bailout strategy,” terangnya.

Kemudian, Komjen Pol Rycko juga menyampaikan bahwa kelompok teroris di Indonesia sudah sangat pintar berkamuflase. Bahkan kata dia, tak sedikit kelompok ini menggunakan kedok agama untuk penyamaran dan melegitimasi pergerakannya.

“Sel-sel terorisme ini di permukaan menggunakan jubah agama, sementara di bawah permukaan melakukan gerakan ideologi dalam ruang yang gelap serta sistematis, masif dan terencana,” sambungnya.

Target operasi radikalisasi

Tidak hanya itu saja, jenderal polisi bintang tiga itu juga mengingatkan bahwa ada kelompok masyarakat yang sangat rentan terpapar paham radikalisme tersebut. Mereka adalah kalangan generasi muda, anak-anak hingga kaum perempuan.

Hal ini disampaikan Komjen Pol Rycko bedasarkan data yang dirilis oleh Indonesia Knowledge Hub (I-KHub) BNPT Outloot 2023. Dimana remaja, anak-anak dan kaum perempuan memang menjadi sasaran paling efektif untuk melakukan doktrinasi ideologi.

“Hasil penelitian I-KHub BNPT Outlook 2023 menunjukkan bahwa kelompok-kelompok rentan para remaja, anak-anak dan perempuan jadi sasaran utama daripada radikalisasi. Kemajuan teknologi IT dan masa pandemi Covid 19 mendorong semakin masifnya online radicalisation yang melahirkan self radicalisation dan lone wolf,” paparnya.

Kemudian, Rycko juga mengutip data yang dirilis oleh SETARA Institute, yang juga disebutnya ikut menjadi bagian kolaborator dari I-KHub BNPT 2023. Dimana terdapat para pelajar di 5 kota besar di Indonesia sudah mulai terpapar pemikiran radikalisme. Mereka antara lain ; Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta dan Padang.

Dari data SETARA Institute tersebut, ada sebanyak 24,2 persen remaja Indonesia yang intoleran pasif, dan 5 persen yang intoleran aktif. Bahkan ada 0,6 persen merupakan remaja yang berpotensi kuat terpapar paham radikalisme.

“Meskipun peningkatannya hanya 1 digit, namun tren ideologi kekerasan di kalangan para siswa ini terus meningkat, di kalangan generasi penerus bangsa ini,” ucapnya.

Oleh sebab itu, Komjen Pol Rycko Amelza Dhaniel mengajak semua pihak untuk aware dengan situasi tersebut, sehingga upaya pencegahan terorisme dan penghadangan terhadap langkah kelompok dan jaringan teroris tersebut semakin banyak menyebarkan ideologi mereka kepada masyarakat.

“Ini tantangan kita, pemahaman wawasan kebangsaan, sejarah perjuangan kemerdekaan dan budi pekerti menjadi penting dalam proses pembelajaran di semua jenjang pendidikan,” tegas Rycko.

Terakhir, lulusan Akpol 1988 tersebut menegaskan kembali, bahwa upaya besar itu adalah bagian dari implementasi cinta tanah air yang bisa dilakukan dan diaktualisasi.

“Kita mencintai Indonesia, mari kita wujudkan Indonesia damai, Indonesia tanpa kekerasan,” pungkasnya.

Temukan kami di Google News.

Pos terkait