JAKARTA, Inisiatifnews.com – Ketua KPK, Irjen Pol (purn) Firli Bahuri memastikan bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023 telah sesuai dengan prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku.
Bahkan kata dia, KPK telah melibatkan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dalam gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait.
Menurut Firli, Puspom TNI dilibatkan lantaran KPK mengantongi bukti awal adanya dugaan keterlibatan dua anggota TNI aktif. Dua prajurit TNI yang diduga terlibat dalam praktik suap itu yakni Kabasarnas RI periode 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
“Memahami bahwa para pihak tersebut di antaranya terdapat oknum TNI yang juga memiliki mekanisme peradilan militer, maka dalam proses gelar perkara pada kegiatan tangkap tangan di Basarnas ini, KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait,” ucap Firli dalam keterangan resminya, Sabtu (29/7).
Dalam gelar perkara, kata Firli, juga disimpulkan penanganan perkara untuk oknum TNI diserahkan ke Puspom TNI. KPK hanya menangani kasus yang melibatkan pihak swasta. Ada tiga pihak swasta yang kemudian dijerat KPK, yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
“Maka kemudian KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/Militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan Oknum Militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut,” ujar dia.
Lebih lanjut dikatakan Firli, kewenangan KPK dalam mengkoordinasikan proses hukum tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK. Pasal itu berbunyi ‘Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum juncto Pasal 89 KUHAP.
“Sehingga seluruh proses hukum yang dilakukan oleh KPK dalam kegiatan tangkap tangan ini telah sesuai dasar hukum dan mekanisme yang berlaku,” ungkap Firli.
Dalam kesempatan ini, Firli juga tak menyalahkan penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut yang bertugas saat OTT Basarnas. Menurut Firli, Pimpinan KPK yang bertanggungjawab penuh seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK, serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi,
“Adalah tanggung jawab penuh Pimpinan KPK,” tandas Firli.
Hal tak jauh berbeda disampaikan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. Alex, sapaan Alexander Marwata memastikan jika pihaknya melibatkan Puspom TNI dalam gelar perkara pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Badan SAR Nasional (Basarnas) RI yang diduga turut melibatkan Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Dalam gelar perkara perwakilan Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan dua prajurit TNI aktif itu ditetapkan sebagai tersangka. Dalam ekspos dipaparkan sejumlah bukti atau temuan awal telah terjadinya tindak pidana suap sehingga disepakati adanya penetapan tersangka terhadap lima orang.
“Dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Semua diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya,” kata Alex Marwata dalam keterangan terpisah.
Selain itu, kata Alex, dalam ekspose juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI. KPK hanya menangani kasus yang melibatkan pihak swasta. Alex mengklaim KPK tidak menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (sprindik) atas nama Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto yang diduga sebagai pelaku.
“Oleh karena itu KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku,” ungkap Alex.
“Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK,” sambung Alex.
Menurut Alex, secara substansi atau materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan lima orang tersebut sebagai tersangka. Sebab, sejak awal sudah ditemukan bukti kuat perbuatan dugaan rasuah yang dilakukan lima tersebut.
“Dalam pasal 1 butir 14 KUHAP dijelaskan pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dalam kegiatan tangkap tangan KPK sudah mendapatkan setidaknya 2 alat bukti yaitu keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronis berupa rekaman penyadapan/percakapan. Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,” ucap Alex.
“Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka,” tegas Alex.
Ironinya pernyataan Alex kali ini berbeda dengan saat jumpa pers beberapa waktu lalu. Dimana saat itu, Alex menyebut KPK telah menetapkan anggota TNI aktif, Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Sebelumnya, KPK menduga Henri menerima fee hingga Rp 88,3 miliar melalui atau bersama-sama Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto. Uang itu berasal dari sejumlah pihak swasta mengerjakan proyek di Basarnas sejak 2021-2023.
Selain Henri dan Afri, KPK juga menetapkan tiga pihak swasta yang diduga pemberi suap. Ketiga pihak swasta yang dijerat itu yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.