JAKARTA, Inisiatifnews.com – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Anwar Usman merasa tidak berdosa dengan apa yang menjadi putusannya dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 hingga berujung dipecat sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Yang mana putusan MKMK yang dipimpin oleh Prof Jimly Asshiddiqie, Anwar Usman dianggap telah bersalah melakukan pelanggaran berat kode etik kehakiman.
Atas putusan itu, Anwar Usman merasa bahwa apa yang dialamatkan kepadanya adalah skenario jahat yang bertujuan untuk merusak harkat dan martabatnya sebagai hakim.
“Saat ini harkat, derajat, martabat saya sebagai hakim karir selama hampir 40 tahun dilumatkan oleh sebuah fitnah yang amat keji dan kejam,” kata Anwar Usman dalam konferensi persnya di gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (8/11) kemarin.
Ia pun menyatakan bahwa apa yang dialaminya saat ini tidak akan membuatnya menyerah dengan keadaan. Ia akan berusaha keras untuk mengembalikan situasi dimana harkat dan nama baiknya kembali pulih sebagai hakim konstitusi.
“Tetapi saya tidak pernah berkecil hati dan pantang mundur dalam menegakkan hukum dan keadilan di negara tercinta,” ujarnya.
Bagi Anwar, semua tudingan bahwa dirinya melakukan pelanggaran berat kode etik kehakiman hanyalah fitnah yang dilakukan untuk merusak nama baiknya. Dan kali ini, ia menyeret keluarganya sebagai pihak yang dirugikan atas tudingan yang dialamatkan kepadanya itu.
“Saya tetap yakin bahwa sebaik-baik skenario manusia, siapapun untuk membunuh karakter saya, karir saya, harkat derajat serta martabat saya serta keluarga besar saya, tentu tidak akan lebih baik dan indah dibandingkan skenario atau rencana Allah SWT,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, bahwa MKMK telah memutus Anwar Usman bersalah telah melakukan pelanggaran berat kode etik kehakiman atas putusannya pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
“Memutuskan, menyatakan hakim terlapor melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku kehakiman,” kata ketua hakim MKMK, Jimly Asshiddiqie dalam membacakan putusannya di gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat pada hari Selasa (7/11).
Pelanggaran itu sesuai sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
Atas dasar itu, Prof Jimly menjatuhkan hukuman pemecatan Anwar Usman sebagai Ketua MK.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” ujarnya.
Kemudian, Majelis Kehormatan MK juga memerintahkan kepada wakil ketua MK untuk dalam waktu 2×24 jam sejak putusan selesai dibacakan.
“Memerintahkan wakil ketua MK untuk dalam waktu 2×24 ham sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru dengan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.