JAKARTA, Inisiatifnews.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) diterima oleh Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto. Padahal, RUU MK tersebut sudah sempat ditolak oleh Menko Polhukam sebelumnya, yakni Mahfud MD, saat mewakili Pemerintah.
Hal itu sempat pula disampaikan Mahfud MD saat menghadiri Halal Bihalal sekaligus pembubaran resmi Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud di Menteng, Jakarta, Senin (6/4/2024). RUU MK jadi salah satu usulan RUU yang coba dibahas demi kepentingan pihak-pihak tertentu.
“Banyak itu yang saya blok, tapi yang terakhir itu UU MK, tidak ada di Prolegnas, tidak ada di apa, masuk, dibahas,” kata Mahfud.
Mahfud mengingatkan, RUU MK ditolak ketika dirinya mewakili Pemerintah sebagai Menko Polhukam periode 2019-2023. Apalagi, ia menegaskan, pembahasan terhadap RUU MK itu dilakukan secara tiba-tiba menjelang kontestasi politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Itu saya tolak ketika saya ditunjuk untuk menghadapi, mewakili pemerintah, saya bilang coret, dead lock, tidak ada perubahan UU menjelang begini,” ujar Mahfud.
Namun, sikap Pemerintah tampaknya mengalami perubahan. Pasalnya, Menko Polhukam saat ini yakni Hadi Tjahjanto, mewakili Pemerintah baru saja menerima hasil pembahasan RUU MK di tingkat Panitia Kerja (Panja) saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung DPR RI, Senin (13/5/2024).
“Atas nama Pemerintah, kami menerima hasil pembahasan RUU di tingkat Panitia Kerja yang menjadi dasar pembicaraan atau pengambilan keputusan tingkat I pada hari ini. Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU MK di Sidang Paripurna DPR RI,” kata Hadi.
Bagi Hadi, ada berbagai poin yang penting dari perubahan atas UU MK yang telah dibahas bersama DPR RI tersebut. Bahkan, ia merasa, perubahan-perubahan itu akan semakin memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara, semakin meneguhkan peran MK sebagai penjaga konstitusi.
“Pemerintah berharap, kerja sama yang terjalin dengan baik antara DPR RI dan Pemerintah dapat terus berlangsung, untuk terus mengawal tegaknya negara kesatuan yang kita cintai bersama,” ujar Hadi.
Rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berlangsung Senin (13/05/2024). Rapat itu dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang berasal dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Adies Kadir dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang berasal dari Partai Gerindra, Habiburokhman.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Prof Susi Dwi Harijanti, pada 31 Maret 2024 lalu sudah menyarankan, pembahasan RUU MK seharusnya baru dilakukan oleh DPR RI periode selanjutnya. Sebab, baik Pemerintah maupun DPR RI masih masuk masa lame duck.
Maka dari itu, ia mengingatkan bahwa pembahasan tentang RUU MK memang sudah seharusnya dihentikan dan tidak dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI periode ini. Menurut Susi, pembahasan RUU MK baru dapat dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI periode 2024-2029.
“Baik DPR maupun Presiden dalam masa lame duck (bebek lumpuh) karena masa jabatan mereka segera berakhir. Dalam masa seperti ini, secara etika politik pembentuk UU tidak membuat keputusan-keputusan penting yang dapat mempengaruhi pemerintah yang akan datang,” kata Susi.