Inisiatifnews.com – Sejumlah massa yang mengatasnamakan Mahasiswa Pancasila (Mapancas) Kota Bogor menggelar aksi unjuk rasa di tiga titik, antara lain di Istana Negara Bogor, DPRD Kota Bogor dan Balaikota Bogor.
Dalam aksinya, massa mendesak pembubaran detektif COVID-19 yang dibentuk oleh Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto.
Koordinator aksi dari Mapancas, Ferga Aziz menganggap, bahwa detektif Covid-19 bentukan Bima Arya Sugiarto sama saja dengan Gugus Tugas Covid 19 yang mana diketuai oleh Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim.
“Jadi kami menilai ada dua matahari di Kota Bogor. Artinya seakan-akan ada perlombaan di dua orang tersebut,” kata Ferga dalam keterangannya kepada Inisiatifnews.com, Jumat (17/7/2020).
Selain itu, lanjut Ferga, detektif Covid-19 ini belum ada payung hukum sedangkan fungsi dan tugasnya sama saja dengan gugus tugas. Menurutnya, alangkah baiknya ketika tugas dan fungsi tim gugus tugas yang sudah jelas payung hukumnya agar dimaksimalkan aja.
“Yang jelas setelah kami kaji mungkin Bima merujuk kepada undang-undang nomor 2 tahun 2020 bahwa anggaran detektif Covid-19 ini enggak bisa diminta transparansinya,” ucapnya.
Apalagi kata Ferga, detektif Covid-19 ini tidak jelas pula siapa saja yang terlibat di dalamnya.
“Kami menilai ada kemungkinan yang terlibat detektif Covid-19 ini adalah orang-orang yang terdaftar di aparatur wilayah seperti RT, RW, dan Puskesmas,” tandasnya.
“Bagi kami tidak perlu mengeluarkan anggaran detektif Covid-19 karena memang sudah tugas mereka sebagai pemerintahan,” lanjut Ferga.
Ia pun menyebut bahwa apa yang dilakukannya adalah semata untuk memberikan atensi kepada Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto agar tidak salah dalam mengambil kebijakan.
“Walaupun Bima Arya tidak mau menerima kritik dan tuntutan tetap saja harus selalu diingatkan,” kata Ferga.
Terakhir, Ferga juga menyinggung tentang Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Menurutnya, regulasi yang karib disebut UU Covid itu memiliki potensi besar menjadi beban masa lalu yang akan diemban oleh pemerintahan periode selanjutnya, khususnya tentang potensi defisit anggaran yang dinilai kurang transparan.
“Dalam UU 2 tahun 2020 Pasal 2 ayat 1 huruf a tentang batasan defisit anggaran melampaui 3%, pasal 27 ayat 2 memberikan hak imunitas (kebal hukum) dan pasal 28 adalah omnibus law dalam bentuk lain, karena dalam pasal A Quo menangguhkan 12 UU sehingga mengangkangi peran yudikatif,” terangnya.
Atas dasar itu, Ferga juga berharap agar UU tersebut dicabut.
“Aksi demontrasi mahasiswa ini kami lakukan agar Mahkamah Konstitusi mencabut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020,” tutupnya. []