Dituding Terlalu Banyak Komentar di Medsos, Mahfud MD: Tak Semua Persoalan Saya Tanggapi

Inisiatifnews – Kerap menjadi rujukan narasumber baik di media mainstream seperti televisi, surat kabar maupun media online, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Mahfud MD juga sering mengungkapkan pendapatnya di media sosial Twitter.

Hampir setiap peristiwa yang terjadi di republik ini, terutama yang berkaitan dengan isu hukum dan politik, tak lepas dari komentarnya. Pria kelahiran Sampang, Madura 13 Mei 1957 lewat akun Twitter resmi @mohmahfudmd dengan follower tiga juta ini, juga terhitung produktif bikin cuitan.

Bacaan Lainnya

Ia kerap berinteraksi dan tanya jawab dengan warganet. Sebab baginya, diskusi lewat paltform seperti ini sangat menyenangkan. Apalagi banyak yang terlibat dan antusias dengan cuitan Menteri Pertahanan era Presiden KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini.

Karena sangat aktif, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 ini dinilai sebagian pihak terlalu banyak berkomentar. Apa saja dikomentarinya. Apa benar Mahfud merasa demikian?

“Bisa di-track kan. Saya hanya berkomentar yang bersifat keahlian Saya. Saya fokus pada tiga hal yaitu hukum, politik, dan keagamaan yang dibalut penguatan kebangsaan. Saya tak pernah ikut bicara tentang hal-hal di luar tiga keahlian itu. Misalnya ekonomi, budaya, investasi, hutan, laut, diplomasi, dan lain-lain. Mana berani Saya bicara tentang hal itu. Terkecuali terkait dengan politik, hukum, atau keagamaan. Bungkusan dari itu semua dari respons Saya adalah ideologi dan kebangsaan,” terang Mahfud saat berbincang dengan Inisiatifnews.com, Senin (09/09/2019).

Hukum, sosial dan politik, memang menjadi keahlian Menteri Pertahanan era Presiden KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini. Saat ini, Mahfud menjadi pengajar tetap maupun pengajar tamu di sejumlah universitas di berbagai bidang kelimuan ini.

“Saya pernah belajar. Saya lulus S1 dalam Ilmu Hukum, lulus S2 dalam Ilmu Politik, dan lulus S3 dalam Hukum Tata Negara. Tahun 1999 Saya menjadi guru besar di bidang Ilmu Politik Hukum,” ujar anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.

Lalu bagaimana dengan bidang keagamaan? Ia menyadari, lebih banyak Kiai sepuh dan intelektual ataupun akademisi di bidang agama yang lebih berilmu.

Namun, sebagai orang yang lahir di kultur Nahdliyin, tumbuh dan tinggal di Kota Pelajar Yogyakarta, aktif di berbagai organisasi masyarakat keagamaan dengan beragam segmen dan kelompok, juga sebagai Ketua Parampara Praja Yogyakarta atau penasihat Raja Jogja, Mahfud kerap dipercaya menjadi tempat rujukan pendapat di bidang keagamaan.

“Saya orang Madura, sejak umur enam tahun sudah belajar agama di surau dan madrasah diniyah dan pada umur sembilan tahun sudah masuk pondok pesantren. Saya juga masih aktif berceramah di masjid-masjid, termasuk di Masjid Istiqlal, mengisi pengajian di majelis taklim, mengisi acara keagamaan di hampir semua televisi yang konon berbeda-beda blok politiknya,” ungkap Mahfud.

Ceramah, Ngajar, Twitteran, Jalan-jalan Bareng Cucu

Guru besar fakultas hukum Univeristas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini memang sangat sibuk kesehariannya. Jika sempat mengikuti lini masa akun Twitter Mahfud MD hampir setiap hari ada saja kegiatannya. Dari mulai bepergian memenuhi undangan dan melakukan tugas-tugas rutin, ataupun sekadar jalan-jalan dan kulineran.

Dia kerap diundang berceramah hampir setiap hari ke seluruh penjuru Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri. Tak jarang lewat unggahan di media sosialnya, pagi hari nampak masih di Medan, sorenya kembali ke Jakarta, malamnya sudah tiba di Surabaya.

“Ya kadang siang di Singapura malam di Padang. Sore di Hongkong atau di Melbourne, besok paginya sudah berceramah di Bandung. Saya juga masih aktif mengajar S2 dan S3 di beberapa kampus seperti Undip, UII, UGM, dan kampus lainnya,” ujar Mahfud.

Meski demikian, di tengah kesibukan yang luar biasa itu, Mahfud tak lupa menghabiskan waktu bersama keluarga di Yogyakarta, atau di kota lain sesuai dengan kesempatan yang ada.

Mahfud sering pergi kulineran di warung dan restoran sederhana bersama isteri, anak, mantu, dan cucunya. Ia juga kerap nonton film di bioskop jika sedang ada di Yogyakarta.

“Sering kalau di Jogja itu nonton film. Biasanya genre sejarah dan sains fiksi. Jalan-jalan bersama keluarga, bareng cucu, itu pengobat letih,” pungkas Dewan Pembina MMD Initiative ini. (FMB)

Pos terkait