Inisiatifnews.com – Praktisi hukum, Habib Muannas Alaidid menilai bahwa UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE adalah produk regulasi yang lebih baik dibanding UU sebelumnya yakni UU Nomor 11 Tahun 2008.
Walaupun begitu, sebagai produk hukum positif di Indonesia, ia mengakui bahwa UU ITE tersebut masih ada kekurangannya.
“Setelah mengalami beberapa kali perubahan, UU ITE versi terakhir ini terbaik mesti ada kekurangan,” kata Muannas, Rabu (17/2/2021).
Beberapa kali praktik hukum yang dijalankan dengan dalil UU ITE ini, Muannas menganggap bisa saja dirasakan oleh tersangka atau terdakwa sebagai wujud ketidakadilan, serta merasa bahwa UU tersebut telah disalahgunakan.
Walaupun begitu, ia merasa tak perlu ada revisi terhadap UU tersebut. Jika memang ada orang yang pada akhirnya terjerat dengan pasal itu, cukup mengakui kesalahannya dan menyelesaikan proses hukum yang ada saja.
“Memang dalam praktek penerapannya bisa aja subyektif, potensi disalahgunakan, tapi tak perlu revisi, cukup pelaku minta maaf kepada pihak yang dirugikan, kasusnya selesaikan dengan restorasi justice,” jelasnya.
Muannas yang juga CEO Cyber Indonesia ini adalah salah satu orang yang tidak sependapat dengan wacana pemerintah merevisi UU ITE.
Bagi Muannas, UU ITE ini merupakan payung hukum yang bisa digunakan untuk menjerat mereka yang melakukan ujaran kebencian, hoaks dan kejahatan di ranah eletronik lainnya. Apalagi berdasarkan pengalaman yang ada, banyak sekali ujaran negatif semacam itu muncul sejak Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.
“Energi bangsa ini pernah habis terjadi demo berjilid-jilid seperti tak berkesudahan semua berawal dari konten pidato unggahan berbau SARA di pilgub DKI lalu,” tutur Muannas.
Oleh karena itu, ia pun berharap agar Presiden Joko Widodo bersikap hati-hati dengan wacana revisi UU ITE ini.
“Saran saya hati-hati pak Jokowi soal revisi ini dan coba kembali pikirkan dengan matang apalagi niatan untuk menghapus pasalnya,” pungkasnya. [RED]