PARA Syndicate: Jokowi Programatik, Prabowo Propaganda

Penampilan Jokowi dan Prabowo di Debat Kedua Capres.

Inisiatifnews – Pasca Debat putaran kedua yang dilalui oleh kedua Capres yakni Jokowi dan Prabowo, tampaknya berhasil menarik perhatian berbagai kalangan untuk memberikan penilaiannya. Salah satunya adalah Direktur eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyanto.

Dalam diskusi di kantornya, ia pun telah memberikan perbandingan antar kedua capres dari hasil debat capres kedua yang digelar di Golder Ballroom The Sultan Hotel, Senayan kemarin malam. Dimana dalam kesimpulannya, Jokowi tampak sebagai sosok yang programatik solutif sementara Prabowo hanya obral dan propaganda janji semata.

Bacaan Lainnya

“Paparan Pak Jokowi gamblang saja, paparan Pak Jokowi lebih programatik menawarkan solusi kebijakan yang memang argumentasi menjadi policy-policy, akan tetapi konter dari 02, Pak Prabowo hanya berisi propaganda,” kata Ari di rumah PARA Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (18/2/2019).

Ari menilai dalam debat Jokowi memberikan program-program yang memberikan solusi kebijakan menyelesaikan masalah. Sementara Prabowo lebih kepada propaganda dan janji.

“01 jadi apa masalahnya kemudian ada program kebijakan yang solutif sampai kepada kebijakan yang implementatif dan applicable ke ranah kebijakan,” jelas Ari.

Ari mengatakan Prabowo bicara falsafah dan strategi dalam debat. Namun, Ari menilai Prabowo tidak memaparkan program.

“Sementara 02 karena berbicara pada ranah okey kami berbeda dalam sisi falsafah dan strategi, tapi tidak didukung turunan turunan sampai ke sifatnya programatik dan kebijakan, jadi cenderung hanya propaganda janji,” sambungnya.

Ari memberi contoh hal ini saat di debat Capres kedua Jokowi menyinggung soal tanah 340.000 hektare milik Prabowo. Konter Jokowi ini dilakukan setelah Prabowo memberi keterangan soal strategi falsafah didasari Pasal 33 UUD 1945. Ari mengatakan kebijakan yang tidak konkret dari Prabowo yang mendasari blunder ini.

“Pasal 33, bumi air dan tanah milik negara, akhirnya tidak diaplikasikan jadi program kebijakan riil cenderung jadi propaganda dan janji, karena tidak ada kebijakan konkretnya, sehingga nampak sekali 01 fokus pada solutif, tapi 02 hanya memaparkan masalahnya dan tidak muncul sampai ke ranah kebijakan konkret,” pungkasnya.

Pos terkait