Alissa Wahid : Sentimen Keagamaan Jadi Bahan Bakar Politisi

Inisiatifnews – Jelajah Kebangsaan Gerakan Suluh Kebangsaan 2019 masuk di hari kedua. Jelajah Kebangsaan yang diawali dari Stasiun Merak Banten bekerjasama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini sudah sampai di Stasiun Cirebon Jawa Barat, Selasa (19/02/2019). Ini merupakan Stasiun ketiga atau seri ke III setelah sebelumnya berlangsung di Merak dan Gambir.

Sekjend Gerakan Suluh Kebangsaan Alissa Wahid mengingatkan, moderasi beragama ini sangat penting sekaligus genting. Gerakan sikap yang berlawanan dengan ekstrimisme beragama harus terus dipupuk. Sebab, ekstrimisme beragama melekat pada semua agama dan ideologi.

Bacaan Lainnya

“Di berbagai belahan dunia, banyak kelompok ekstrimisme beragama. Abu Sayyaf, kelompok di Myanmar, RSS, kelompok Hindu di India. Alhamdulillah di Indonesia, kelompok ekstrim berbasis kekerasan sangat kecil. Serangannya tidak seperti di Afghanistan, Pakistan, tiap pekan ada bom,” ungkap Alissa saat dialog Kebangsaan Seri III, mengokohkan kebangsaan, merawat moderasi beragama, di Stasiun Cirebon, Jawa Barat.

Hadir dalam dialog yang digelar di pelataran Stasiun ini, Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Prof. Mahfud MD, Sultan Kasepuhan Cirebon, Rohaniawan Romo Benny Susetyo, KH Khairul Wahidin, budayawan serta tokoh keagamaan Cirebon.

Putri Presiden Gus Dur ini menyatakan, masih untung di Indonesia yang lumayan berhasil melakukan gerakan anti-terorisme. Kelompok ekstrem dengan kekerasan, amat sangat sulit berkembang di negara ini. ISIS sejauh ini tak bisa berkembang di Indonesia. “Indonesia model dari dunia. Saya harus mengakui, untuk ini, Indonesia jauh lebih baik dari negara lain,” ucap Alissa.

Namun begitu, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian ini mengingatkan, Indonesia masih harus waspada. Masyarakat tak boleh melihat dari satu sisi saja. Ekstremisme dengan kekerasan bisa membesar jika ekstremisme tanpa kekerasan mulai berkembang dan dimaklumi. “Mulainya dari eksklusivisme agama. Ketika ada kelompok agama yang menganggap paling benar, yang lain musuh. Menutup diri, tak mau bergaul. Kemudian ini meningkat ke intoleransi dan diskriminasi lewat legislasi, lewat aturan yang menguntungkan atau menindas kelompok tertentu,” imbau Alissa.

Kemudian, jika hal tersebut terus berkembang, maka akan meningkat ke konflik tanpa senjata yang dalam catatannya, dari tahun 2005 meningkat dan menurun mulai 2014. Misalnya aksi penolakan rumah ibadah. Kegentingan ini semakin menjadi saat intoleransi dan hatespeech semakin merajalela. “Sentimen keagamaan ini kemudian diambil oleh politisi dan menjadi bahan bakar untuk memenangi pertarungan politik. Ini sangat berbahaya,” ujarnya miris.

“Mumpung masih judulnya eksklusivisme agama, belum jadi ekstrimisme agama. Masyarakat harus aktif. Pikirkan orang lain. Jangan berpikir untuk sendiri saja. Kalau sekarang kita mayoritas, besok bisa jadi nanti kita akan jadi korbannya. Tokoh agama, masyarakat, pemerintah harus kuat. Pemerintah jangan takut tekanan kelompok yang membawa-bawa agama. Ini harus bekerja sama semuanya,” imbau Alissa.

Senada, Romo Benny juga mengingatkan peran aktif agamawan, tokoh masyarakat dan seluruh elemen bangsa untuk meminimalisir intoleransi dan gerakan eksklusifisme agama yang kian massif.

Seperti diketahui, Jelajah Kebangsaan bersama PT KAI ini akan berlangsung di beberapa stasiun kereta yang rencananya akan disinggahi dari 18 hingga 22 Februari. Berawal dari Merak, Banten hingga berakhir di ujung timur Pulau Jawa, Banyuwangi, Jawa Timur.

Nantinya, di setiap stasiun yang direncanakan disinggahi, akan ada dialog kebangsaan. Stasiun yang akan disinggahi antara lain Merak, Gambir, Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Jombang, Surabaya, dan Banyuwangi. (FQ)

Pos terkait