Teddy Gusnaidi: Yang Tentukan Pemilu Curang Bukan Prabowo

teddy gusnaidi
Dewan Pakar PKPI, Teddy Gusnaidi.

Inisiatifnews – Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Teddy Gusnaidi menilai bahwa persoalan pihak Prabowo Subianto tidak bersedia menerima hasil Pemilu 2019, itu adalah hak pribadi.

Hanya saja ia menegaskan bahwa sekalipun Prabowo tidak menerima hasil pemilu kali ini, bukan berarti Pemilu batal dan tidak secara hukum.

Bacaan Lainnya

“Kalau @prabowo tidak mau menerima hasil Pemilu, ya ngak apa-apa, itu hak beliau. Apakah hal itu akan mengganggu hasil Pemilu? Tentu tidak. Karena tidak ada di dalam aturan, jika salah satu peserta Pemilu tidak menerima hasil Pemilu, lalu Pemilu itu batal,” kata Teddy, Selasa (7/5/2019).

Begitu juga ketika cara pandangan bahwa ketika Prabowo menilai bahwa Pemilu 2019 curang pun itu adalah hak pribadi sebagai warga negara yang merdeka.

“Kalau @prabowo menyatakan Pemilu curang, ya ngak apa-apa, itu hak beliau,” ujarnya.

Walaupun penilaian tersebut sah-sah saja secara hukum, namun pandangan sepihak itu tidak bisa dinyatakan sebagai Pemilu benar-benar terjadi curang. Karena dalam aturan konstitusi, Teddy menegaskan bahwa yang berhak dan memiliki kekuatan hukum untuk memutuskan bahwa sebuah pemilu itu curang atau tidak bukan di individu Prabowo Subianto ataupun para pendukungnya, melainkan Bawaslu maupun Mahkamah Konstitusi (MK)

“Apakah Pemilu beneran curang? Tentu tidak. Karena di dalam aturan, yang bisa memutuskan ada kecurangan atau tidak, adalah Bawaslu dan MK, bukan BOWASLU (Prabowo Pengawas Pemilu),” lanjutnya.

Prabowo Curhat Merasa Dicurangi di Pemilu 2019

Perlu diketahui bahwa sebelumnya, Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto telah mengundang beberapa media asing untuk berdialog terkait masalah perjalanan sistem demokrasi di Indonesia. Terutama, dugaan kubunya bahwa telah terjadi kecurangan yang sangat terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilihan presiden. Dan pertemuan tersebut digelar di kediamannya, Jalan Kertanegara, Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (6/5).

“Saudara-saudara yang saya hormati dari komunitas asing, media asing, dan kedutaan besar dari negara sahabat di Jakarta. Kami telah menjalani kampanye politik yang sangat berat dan panjang. Setelah masa kampanye berakhir, kami mencoba untuk menjalin hubungan dengan media dan komunitas asing untuk menyampaikan pandangan kami,” ungkap Prabowo membuka sambutannya.

“Pada intinya, kami mencoba untuk menjelaskan kepada warga dunia dan Indonesia tentunya, bahwa kami mengalami pemilu dengan aksi kecurangan yang terbuka dan terbukti melenceng dari norma demokrasi,” tambah Prabowo.

Dia menjelaskan bahwa kecurangan masif yang pihaknya anggap sistematis tersebut, terlihat dari pemberdayaan aparat kepolisian yang secara terang-terangan, dan institusi pemerintahan seperti badan intelijen.

“Dan hal ini semua sudah banyak dibicarakan, memberikan kami bukti, mereka adalah badan penegak hukum. Kami memiliki banyak bukti dan laporan. Kecurangan surat suara seperti surat suara yang sudah dicoblos sebelum pemilu misalnya yang ditemukan di Malaysia, dan berikutnya hal-hal lain,” jelasnya.

Prabowo juga menjelaskan bahwa pihaknya memiliki beberapa ahli yang akan memberikan paparan teknis. Pada dasarnya, ia beserta Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi sangat menyayangkan hal ini. Sebab, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, dan bangsa Indonesia memilih demokrasi di tahun 1998.

“Saya akan bicara apa yang sering saya bicarakan di muka umum dan TV bahwa demokrasi adalah satu-satunya sistem di sejarah peradaban sampai sekarang yang dapat melaksanakan pergantian kekuasaan dengan damai, dibandingkan dengan sistem-sistem lain,” ungkapnya.

Prabowo menegaskan, demokrasi dengan segala kepentingannya adalah satu-satunya penjamin kedamaian di kehidupan politik sebuah negara, dan demokrasi adalah tanda kedewasaan perkembangan sebuah negara.

“Tanda kedewasaan, tanda peradaban, tanpa demokrasi, perubahan kekuasaan biasanya berakhir dengan pendekatan fisik dan seringkali brutal dan menggunakan kekerasan. Inilah yang selalu kami coba hindari,” tegasnya.

Namun, Prabowo menjelaskan bahwa saat ini ada yang ingin merusak sistem demokrasi di Indonesia dengan melanggar ketentuan-ketentuan yang ada, sehingga kehidupan bangsa Indonesia menjadi tidak baik.

“Tapi apa yang terjadi saudara-saudara, inilah yang terjadi di Indonesia. Keinginan 267 juta penduduk Indonesia sedang dilanggar dan dipisahkan. Karena itulah, kita tengah berusaha untuk menegakkan demokrasi di Indonesia menjadi demokrasi yang benar, yang jujur, untuk mengubah sebuah sistem menjadi lebih baik ke depannya,” paparnya.

Pos terkait