MPR Belum Terima Draft Laporan Pemindahan Ibukota ke Kaltim

Hidayat Nur Wahid.

Inisiatifnews – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan pihaknya belum menerima laporan dari pemerintah soal rencana memindahkan ibukota ke Kalimantan Timur.

“Ini juga belum pernah disoundingkan ke MPR, di DPR apalagi, rekan-rekan dari Komisi V maupun Komisi II, belum pernah mempertanyakan mana draft kajian undang-undangnya,” kata Hidayat kepada wartawan di Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Bacaan Lainnya

Ia mengatakan, belum pernah ada ajuan resmi yang diterima DPR, perlu ada kajian yang lama dan serius mengenai wacana pemindahan ibukota.

“Pernyataan itu sudah muncul sejak tahun-tahun lalu juga. Tapi sejak saat itu juga belum pernah ada pengajuan secara resmi kepada DPR dan MPR. Karena di MPR itu ada undang-undang dasar, yang menentukan di pasal 2 ayat 2 di UUD, yang menyatakan bahwa MPR bersidang sekurang-kurangnya 5 tahun sekali di ibukota negara,” kata dia.

Ia mengatakan, hal yang perlu dilakukan sebelum pindah ibukota yaitu pemerintah harus menyelesaikan dahulu payung hukumnya. Jangan sampai ketika berbagai rencana sudah dilakukan baru kemudian meminta izin pada DPR.

“Jangan samapi DPR untuk dipaksa menyetujui untuk dijadikan UU pemindahan ibukota. Padahal UU belum ada juga sampai hari ini, UU penetapan ibukota negara juga belum ada. Kan harusnya ini dikoreksi dulu, dianulir untuk dibuat UU yang baru,” jelas Hidayat

Hidayat Nur Wahid mengatakan harus ada kajian akademik sehingga DPR bisa mempertimbangkan apakah bisa pemerintah melakukan pemindahan ibukota saat kondisi perekonomian stagnan.

“Harus ada kajian akademiknya. Kajian akademiknya juga belum pernah disampaikan. Jadi, apalagi dalam pembahasan RAPBN 2020, pernyataan itu belum pernah ada. Jadi menurut saya ini menambah polemik di masyarakat. Menurut saya pemerintah harusnya berlaku yang runut dalam konteks konstitusi,” kata dia.

Presiden pun diminta Hidayat menyelesaikan terlebih dahulu payung hukum pemindahan ibukota sebelum terus menebar wacana, karena pindah ibukota juga harus dibahas legislatif. 

“Kalau menurut saya harus diusahakan secara runut sehingga payung hukumnya kuat di negara hukum Indonesia,” ucap Hidayat. []

Pos terkait