BIN : Pemuda Mudah Terpapar Paham Radikal Karena Mudah Tersulut

Wawan Hari Purwanto
Jubir Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto.

Inisiatifnews – Juru bicara Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto menilai bahwa kalangan remaja rentang usia 17-24 tahun mudah sekali terpapar paham radikal. Hal ini lantaran di kalangan pemuda, ego mereka masih labih dan mudah sekali mengambil informasi dengan langsung menyerapnya, bukan disaring.

Maka dari itu, Wawan menyebutkan bahwa kalangan Mahasiswa di kampus menjadi salah satu target operasi penyebaran paham yang bisa berujung pada keyakinan takviri hingga terorisme itu.

Bacaan Lainnya

“Banyak kampus-kampus yang sudah terpapar, remaja umur 17-24 tahun menjadi target utama untuk gerakan radikal. Emosi mereka mudah tersulut, karena lebih menelan mentah-mentah,” kata Hari Purwanto dalam sebuah diskusi publik di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (27/11/2019).

Paham radikal ini kata Wawan memang sangat membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia yang menganut ideologi Pancasila.

“Perseteruan berbagai lini, mengancam eksistensi pancasila,” ujarnya.

Kemudian, Wawan juga mengatakan bahwa paham radikal akan menyasar bagi mereka yang fanatis semata namun tidak kritis terhadap persoalan. Dan ketika pemikiran mereka sudah terkontaminasi dengan paham-paham tersebut, fase selanjutnya kata Wawan, bisa berujung menjadi teroris.

“Dalam berkembangnya radikalisme di lingkungan masyarakat dan dunia pendidikan, mereka menyasar yang tidak kritis. Intoleran menjadi radikal, lalu menjadi teroris,” tuturnya.

Selain itu, Wawan juga mengatakan bahwa radikalisme tidak selalu terbentuk dari lingkungan akademis seperti kampus dan sekolah tapi bisa jadi pemahaman itu ada di diri generasi muda Indonesia dari pengaruh di luar termasuk lingkungannya bergaul.

Salah satu contoh konkret yang disebutkannya adalah kasus peledakan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan beberapa waktu yang lalu. Di mana seorang pelaku pria yang bernama Abu Rara tersebut nekat meledakkan dirinya sendiri karena terpapar paham radikal dari istrinya yang juga ternyata sudah lebih senior memiliki paham radikal.

“Di sekolah tidak seperti itu, tapi ketika dia berkumpul dengan kelompok tertentu lalu tercuci otaknya. Kasus (di) Medan merupakan sebuah kaderisasi tertutup, kebetulan istrinya terlebih dahulu mempengaruhi pelaku hingga menjauhi keluarga,” paparnya.

Apa yang menjadi tahapan seseorang bisa menjadi radikal. Wawan menjelaskan tahapannya ada 3 (tiga), yakni bagaimana sebuah ajaran tertentu disampaikan kepada seorang target, kemudian bagiamana caranya agar target bisa mengamini keyakinan sebuah ajaran yang disampaikan tersebut, dan terakhir adalah implementasi dalam bentuk perilaku dan sikap target tersebut setelahnya.

“Faktor penyebab radikalisme, variabel pertama adalah norma dan ajaran, variabel kedua pemahaman keyakinan dan variabel ketiga adalah sikap yang mucul dari variabel kedua dihadapi dengan kondisi sosial yang ada,” jelas Wawan.

Lantas mengapa paham radikal itu terus menyebar, karena menurut Wawan targetnya adalah mereka memang melakukan kaderisasi. Dan mengapa mereka berkeliaran di lingkungan pendidikan adalah untuk mengelabuhi gerakan mereka sehingga bisa menjadi samar apakah itu adalah gerakan keagaman atau gerakan kelompok radikalis.

“Tujuan radikalisasi adalah untuk merekrut pengikut baru. Radikaisme digenerasi muda, diawali dengan proses tukar pendapat. Dunia kampus digunakan, untuk mengelabui gerakan mereka. Trend Media sosial, dijadikan sebagai bagian dari propaganda,” pungkasnya.

Terakhir, Wawan Hari Purwanto memberikan penekanan kepada masyarakat luas khususnya generasi muda Indonesia untuk terus memupuk rasa kebangsaan dan toleransi antar sesama anak bangsa. Di samping itu pula harus diperkuat pula pemahaman agama yang benar sehingga tidak terjerumus ke dalam lingkaham penganut paham radikal tersebut.

“Jika radikalisme terus berkembang, bisa menimbulkan kerusakan masif terhadap suatu negara. Oleh karena itu jaga selalu rasa kebangsaan, dan pengetahuan agama yang baik, mengembangkan sikap toleransi,” tutupnya. []

Pos terkait