Ada Aliran Dana Rp 10,2 M, KPK : Masuk ke Politisi dan Pejabat Kemenag

Gedung KPK
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). [foto : Inisiatifnews]

Inisiatifnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir adanya sejumlah politikus yang menerima uang suap kasus Pengadaan Barang Jasa di Lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Tahun 2011.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan diduga kuat sejumlah politikus itu menerima aliran dana mencapai Rp 10,2 miliar. Namun, identitas politikus itu tak diungkap secara gamblang.

Bacaan Lainnya

“KPK juga mengidentifikasi dugaan aliran dana pada sejumlah politisi dan penyelenggara negara terkait dengan perkara ini total setidaknya Rp 10,2 miliar,” kata Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019).

Cipratan uang tersebut diketahui setelah KPK meningkatkan status hukum eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkungan Ditjen Pendidikan Islam (Pendis), Undang Sumantri sebagai tersangka baru perkara tersebut.

Menurut Saut dugaan aliran duit itu terkait pengadaan Peralatan Laboratorium Komputer untuk Madrasah Tsanawiyah sebesar Rp 5,04 miliar dan pengadaan Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah mencapai Rp 5,2 miliar.

“KPK juga telah berupaya secara maksimal melakukan tindakan Pencegahan korupsi di Kementerian Agama RI hingga saat ini,” tutur Saut.

Syarif menjelaskan, tersangka selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkungan Ditjen Pendis Kemenag mendapat arahan agar untuk menentukan pemenang paket-paket pengadaan pada Dirjen Pendis tersebut, sekaligus diberikan ‘daftar pemilik pekerjaan’.

“Kemudian pada Oktober 2011, tersangka USM selaku PPK menandatangani dokumen harga Perkiraan Sendiri (HPS) Spesifikasi Teknis Laboratorium Komputer MTs yang diduga diberikan oleh PT. CGM yang ditawarkan paket pekerjaan tersebut,” ujar Syarif.

Kemudian, setelah lelang diumumkan, PT CGM menghubungi rekanannya dan meminjam perusahaan untuk mengikuti lelang dengan kesepakatan biaya peminjaman perusahaan.

“Pada bulan November 2011, diduga terjadi pertemuan untuk menentukan pemenang dan segera mengumumkan PT. BKM sebagai pemenang,” tutur Syarif.

Atas pengumuman tersebut, kata Syarif, perusahaan-perusahaan lain yang menjadi peserta lelang tersebut menyampaikan sanggahan.

Dalam hal ini, Syarif menuturkan, tersangka selaku PPK mengetahui adanya sanggahan tersebut, namun setelah bertemu dengan pihak pemenang lelang, USM langsung menandatangani kontrak bersama PT BKM. “Pada Desember 2011 dilakukan pembayaran atas Peralatan Laboratorium Komputer MTs Tahun Anggaran 2011 sejumlah Rp 27,9 Miliar,” ucap Syarif.

Tersangka USM diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. []

Pos terkait