PPP Khawatir Hak Buruh Hilang di RUU Cipta Lapangan Kerja

Aksi KSBSI
Aksi buruh tolak omnibus law cluster Ketenagakerjaan oleh elemen KSBSI di Jakarta. [foto : Inisiatifnews.com]

Inisiatifnews.com – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PPP, Anas Thahir mengkhawatirkan hak-hak kaum buruh akan terabaikan di dalam regulasi yang diajukan pemerintah dalam program omnibus law.

Salah satu hak buruh yang disoroti oleh Anas adalah persoalan kontrak kerja alias outsourcing.

Bacaan Lainnya

“Adanya undang-undang tersendiri tentang outsourcing dikhawatirkan banyak hak-hak buruh akan dihapus atau tidak lagi berlaku, misalnya soal pemutusan hubungan kerja (PHK),” kata Anas, Sabtu (18/1/2020).

Jika kekhawatirannya itu benar adanya ada di dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, poin yang bakal menjadi ancaman buruh Indonesia adalah pesangon yang terancam hilang.

“Para karyawan tetap yang sudah puluhan tahun mengabdi tidak lepas dari ancaman, turunnya pesangon secara drastis atau bahkan dihapus,” imbuhnya.

Anas harap pemerintah tidak mendegradasi hak buruh dalam urusan pesangon sesuai ketentuan yang sudah ada, jika mereka terkena dampak efisiensi.

“PPP ingin agar pekerja yang sudah bekerja lama misalkan lebih lebih dari 20 tahun tetap mendapatkan hak pesangon yang cukup besar, karena ini menyangkut kesejahteraan dan keberlangsungan hidup layak bagi para pekerja yang telah menghabiskan lebih dari separuh usianya untuk mengabdi,” jelasnya.

Anas juga memberikan catatan penting bagi pemerintah agar omnibus law cluster Ketenagakerjaan tidak mengabaikan kesejahteraan kaum buruh Indonesia.

“Omnibus law cipta lapangan kerja jangan hanya diprioritaskan mengatur tentang efisiensi regulasi, tapi juga yang lebih penting harus mampu melahirkan kesejahteraan masyarakat, karena itu yang menjadi ruh dari undang-undang,” tuturnya.

Oleh karena itu, ia berharap regulasi yang berdampak pada buruh harus dibahas dengan pelibatan serta elemen buruh.

“Sebelum omnibus law RUU cipta lapangan kerja diundangkan, hendaknya juga dilakukan pembahasan bersama serikat buruh atau serikat pekerja dan stakeholder lain secara komprehensif,” tegasnya.

Terakhir, Anas juga meminta agar pemerintah tidak menghapus skema upah minimum kepada pekerja dan buruh, khususnya kepada para pekerja yang memiliki masa bakti kurang dari 1 tahun.

“Sistem Upah Minimun (UM) harus tetap ada dalam omnibus law, di mana UM hanya berlaku untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun,” pungkasnya.

“Perusahaan juga diwajibkan menerapkan struktur dan skala upah untuk pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun. Adapun besaran upah di atas UM disepakati antara pekerja dan pengusaha,” tambahnya.

Bagi Anas, upah minimum ini adalah sesuatu yang sangat fundamental di dalam regulasi terkait dengan ketenagakerjaan.

“UM tetap ada sebagai jaring pengaman dan tidak dapat ditangguhkan,” tutupnya. []

Pos terkait