Komisi IX DPR Harap Semua Pihak Dukung Bareng Bahas Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Melki Komisi IX DPR
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena (Melki). [foto : Istimewa]

Inisiatifnews.com – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mengusulkan agar seluruh pemangku kepentingan baik itu dari eksekutif dan legislatif termasuk berbagai kelompok masyarakat sipil yang concern terhadap terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan, bisa segera duduk bersama setelah Lebaran guna mencari solusi terbaik.

Menurut pria yang karib disapa Melki itu menyampaikan, dengan terbitnya Perpres 64/2020 harus jadi momentum seluruh stakeholder berdialog melakukan pembenahan menyeluruh tentang penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional.

Bacaan Lainnya

“Kami mendorong para pemangku kepentingan yang diatur dalam Perpres 82 Tahun 2018 segera duduk bersama mencari solusi komprehensif dan jangka panjang pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional,” kata Melki dalam keterangan persnya, Selasa (19/5/2020).

Ia berharap pro kontra yang terjadi mengenai kebijakan jaminan kesehatan segera diakhiri, sehingga kegaduhan di akar rumput tidak melebar dan menjadi kegaduhan nasional.

“Selain aspek iuran, ada berbagai aspek yang penting dibahas sehingga masyarakat luas memahami secara utuh penyelenggaran jaminan kesehatan nasional,” ujarnya.

Pada dasarnya, keinginan bersama untuk membenahi sistem jaminan kesehatan nasional tertuang pada UU Nomor 40 Tahun 2004 yang berdasar kepada sila kelima Pancasila ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’.

Kemudian lanjut Melki, dari situlah lahirnya dua penyelenggara untuk melaksanakan jaminan sosial di sektor Kesehatan dan Ketenegakerjaan berupa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Isu sentral yang selalu menyertai perjalanan dan kinerja BPJS Kesehatan yaitu kepesertaan, biaya dan manfaat pelayanan. Perpres 82 tahun 2018 pasal 98 tertulis tentang kesinambungan penyelenggaraan program jaminan kesehatan dilakukan monitoring dan evaluasi meliputi aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan, iuran, pembayaran ke fasilitas kesehatan, keuangan, organisasi dan kelembagaan, regulasi,” jelasnya.

Kemudian, Melki mengatakan, bahwa perdebatan yang selalu mengemuka dan mengundang respon publik luas dominan pada aspek iuran. Monitoring dan evaluasi aspek lain tidak begitu menjadi perhatian masyarakat luas termasuk para pemangku kepentingan.

“Pembahasan yang selalu menguras energi antara pemerintah khususnya Kemenkes, DPR RI melalui komisi lX dan BPJS Kesehatan dominan berkutat di iuran,” terangnya.

Oleh karena itu, Partai Partai Golkar itu menyampaikan bahwa aspek lain yang diatur dalam aturan ini harus dibahas secara mendalam dengan data akurat khususnya terkait kepesertaan dan manfaat pelayanan kesehatan sehingga analisa dan rekomendasi solusi lebih tepat.

Pembahasan untuk mencari solusi yang komprehensif jangka panjang harus juga melibatkan berbagai pihak sebagaimana yang tertulis dalam aturan ini.

“Kemenkes, Kemenkeu, Kemensos, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, BPK, BPKP, DJSN, OJK dan Pemda sesuai kewenangan masing masing bersama DPR RI komisi lX, komisi XI, komisi VIII, Komisi II harus berdialog bersama secara intensif,” pungkasnya.

Disebut Melki, butuh ada dialog yang lebih intim terkait dengan regulasi tersebut, sehingga solusi yang tepat dan terukur benar-benar tercapai dalam upaya penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi rakyat.

“Perlu pertemuan informal dan formal semua pemangku kepentingan mencari solusi untuk memastikan kesinambungan penyelenggaran jaminan kesehatan,” lanjut Melki.

Wajar pro kontra muncul

Legislator asal Nusa Tenggara Timur (NTTI) II itu mengatakan, bahwa pemerintah pusat memiliki hak untuk menerbitkan Perpres 64/2020 sebagai produk hukum baru untuk mengisi kekosongan hukum akibat dibatalkannya Perpres 75/2019 tentang jaminan kesehatan oleh Mahkamah Agung (MA).

Hanya saja kegaduhan karena pro dan kontra di kalangan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah tentang ketentuan pelaksanaan jaminan kesehatan tersebut juga perlu dimaklumi bersama. Hal ini disebabkan lantaran suasana kebatinan masyarakat sedang sulit akibat pandemi Covid-19.

Ia menambahkan, sebelumnya Komisi lX DPR RI dalam rapat dengan Kemenkes, BPJS Kesehatan dengan Kemenko PMK, Kemenkeu, Kemendagri, Kemensos dalam rapat gabungan setuju kenaikan iuran kelas 1 dan 2 tapi tidak setuju kenaikan kelas 3 mandiri pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).

Untuk memastikan usulan komisi lX DPR RI, Kemenkes dan BPJS Kesehatan tidak ada pelanggaran hukum dibuat pertemuan oleh pimpinan DPR RI melibatkan pimpinan Polri, pimpinan Kejagung dan BPK yang hasilnya merestui langkah yang dilakukan secara teknis oleh BPJS Kesehatan.

“Usulan rapat maraton komisi lX dan rapat lintas komisi yang dipimpin pimpinan DPR RI bersama berbagai wakil pemerintah terkait kenaikan iuran sebenarnya terakomodasi hampir lengkap dalam Perpres 64 tahun 2020 ini. Sayang waktu itu jajaran pemerintah khususnya yang mengurus keuangan negara tidak cepat tanggap mengeksekusi keputusan bersama berbagai otoritas legislatif dan eksekutif,” tandasnya. [REL]

Pos terkait