KIPP Temukan Pelanggaran Protokol Kesehatan Pilkada 2020, Mayoritas Incumbent

Kaka Suminta
Sekjen KIPP, Kaka Suminta.

Inisiatifnews.com – Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta menyampaikan bahwa pihaknya menemukan lebih dari 200 pasangan calon Kepala Daerah melakukan pelaggaran protokol kesehatan COVID-19.

“Pelanggaran prosedur protokol kesehatan, hampir semua daerah terjadi. Protokol ini pas pendaftaran kemarin,” kata Kaka kepada Inisiatifnews.com melalui sambungan telepon, Rabu (9/9/2020).

Bacaan Lainnya

Dikatakan Kaka, para pelanggar protokol kesehatan ini mayoritas adalah pasangan calon incumbent. Karena memiliki koalisi besar sehingga potensi agenda arak-arakan sulit terhindarkan.

“Yang koalisinya tidak terlalu besar cenderung tertib, tapi yang koalisinya besar seperti incumbent itu paling besar pelanggarannnya, lebih dari 200 pasangan calon (langgar protokol kesehatan) adalah incumbent,” terangnya.

Oleh karena itu, ia pun sudah menyampaikan permohonan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan evaluasi menyeluruh tentang teknis pelaksanaan di dalam tahapan Pilkada 2020 ini.

“Kita meminta Bawaslu untuk membuat evaluasi. Kita meminta pengawasan Bawaslu terhadap protokol kesehatan penanggulangan COVID-19, kami belum dapat hasil evaluasi bawaslu, tapi kita tunggu,” ujarnya.

Namun jika sampai tahapan selanjutnya berjalan belum ada evaluasi terhadap praktik pelanggaran tersebut, ia pun meminta agar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) diubah saja sekalian.

“Kalau enggak (dievaluasi), ya bisa saja PKPU-nya diganti sehingga tidak ada protokol covid,” tandasnya.

Selanjutnya, Kaka juga meminta agar ada ketegasan dari para penyelenggara pemilu untuk menertibkan seluruh proses tahapan Pilkada 2020 di tengah pandemi COVID-19. Jangan sampai ada preseden buruk nantinya ketika aturan main dan peraturan yang ada justru dilangkai begitu saja.

“Evaluasi ini ke semua tahapan, kalau dari evaluasi ternyata ada pelanggaran, maka yang melanggar ini gimana sanksinya,” tuturnya.

Sanksi tersebut ia serahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan penyelenggara pemilu. Namun ia memberikan saran ketika pelanggarannya dalam konteks protokol kesehatan, maka penyelenggara pemilu bisa mengaitkannya dengan peraturan daerah (Perda) yang memberikan sanksi tegas berupa denda kepada pasangan calon atau ke perorangan yang melanggar saja.

“Apakah ini sanksi elektoral atau non elektoral. Kalau sanksi non elektoral maka apa sanksi itu, misalnya sanksi denda perda misal Perda DKI, di Perda DKI ada denda pelanggar, apakah itu diterapkan kepada pasangan calon atau kepada orang-orang yang melanggar. Ini kembali ke Bawaslu sendiri,” tutupnya. [NOE]

Pos terkait