AS Hikam Tekankan Perlu Ada Kontra Narasi Tangkal Propaganda Khilafah HTI

Hikam
Muhammad AS Hikam.

Inisiatifnews.com – Pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam menilai, bahwa gerakan propaganda oleh ideologi transnasional dan ideologi apapun yang bertentangan dengan ide dan konsep dari NKRI dan Pancasila akan terus ada di tengah maraknya kebebasan berekspresi dan perkembangan teknologi informasi.

“Keterbukaan dan perkembangan teknologi Informasi juga membantu munculnya ideologi-ideologi itu. Kalau kita tidak antisipasi, maka ini akan jadi masalah bagi kita, karena mereka sudah pakai produk revolusi industri 4.0,” kata Hikam dalam webinar yang digelar oleh Yayasan Demokrasi Republikan bertajuk “Jejak Khilafah di Nusantara: Fakta Sejarah atau Propaganda?”, Sabtu (26/9/2020).

Bacaan Lainnya

Selain itu, Hikam mengatakan bahwa di dalam melancarkan aksi propagandanya, Hizbut Tahrir akan menggunakan celah yang ada di lingkungan masyarakat. Salah satunya adalah berkamuflase dengan kultur dan latar belakang mayoritas bangsa Indonesia.

“Bahwa kelompok-kelompok pengusung ideologi seperti khilafah, selalu menggunakan identitas mayoritas penduduk yang ada. Mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka mereka gunakan itu untuk berkamuflase,” ujarnya.

Di sisi lain, menteri negara bidang Riset dan Teknologi era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menilai, bahwa marak dan berkembangnya ideologi transnasional ini juga dipengaruhi oleh lemahnya pertahanan dan keamanan negara (hankamneg).

“Kenapa mereka bisa berkembang cepat setidaknya 20 tahun terakhir, karena masalah Hankamneg khususnya di bidang ideologi dan politik identitas dan sebagainya masih lemah,” jelasnya.

Bagaimana cara untuk menanggulangi paham Khilafah ala Hizbut Tahrir misalnya dalam konteks munculnya film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN). Hikam menekankan agar tidak hanya sekedar melarang peredaran film tersebut saja, perlu ada kontra opini dan kontra narasi yang aktif.

“Bagaimana kita menanggulangi?. Saya sepakat bahwa pelarangan film JKDN dan sebangsanya akan kontraproduktif jika tanpa adanya kontra naratif. Maka kita harus buat film-film tandingan untuk melawan narasi mereka,” tutur Hikam.

Di sisi lain, Hikam juga memandang bahwa ada pengkondisian pemahaman yang dilakukan oleh kelompok HTI terhadap beberapa istilah yang seolah dinormalkan. Salah satunya adalah kudeta, pembangkangan dan perang sebagai istilah jihad dalam perjuangan mereka. Pemahaman semacam ini menurut Hikam perlu disikapi oleh para pegiat literasi dan akademisi.

“Mereka selalu mengatakan bahwa kudeta, peperangan adalah jihad. Khalifah dianggap hanya satu saja yang menurut mereka, tapi aslinya khilafah juga banyak wujudnya,” paparnya.

“Maka perlu pelurusan pemahaman oleh praktisi dan akademis, soal khilafah, khalifah, jihad dan sebagainya,” imbuh Hikam.

Terakhir, Hikam berpendapat bahwa untuk menangkal paham Khilafah Islamiyah ala HTI maupun ideologi transnasional lainnya masuk ke Indonesia, maka perlu kesadaran kolektif bagi bangsa Indonesia secara menyeluruh tentang ideologi-ideologi tersebut, dibarengi dengan penguatan ideologi Pancasila bagi masyarakat Indonesia. Dan di sini, Hikam berharap Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bisa maksimal mengambil peran penting ini.

“Masyarakat penting memahami ideologi-ideologi transnasional itu, maka BPIP penting berperan di sini,” tutupnya. [NOE]

Pos terkait