Diskusi Omnibus Law Cipayung Plus, DPP GMNI Pilih Langkah Hukum Judicial Review ke MK

Inisiatifnews.com – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menegaskan sikapnya menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

Dalam memperjuangkan sikapnya DPP GMNI akan menempuh langkah hukum dengan mengajukan judical review ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah mengawalinya dengan aksi demonstrasi bersama-sama dengan elemen buruh beberapa waktu lalu.

Bacaan Lainnya

Penegasan itu disampaikan Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino dalam diskusi daring bertajuk Pemuda Bicara Omnibus Law, Minggu (11/10).

Forum diskusi itu dihadiri pimpinan dan perwakilan pimpinan pusat organisasi yang tergabung dalam forum Cipayung Plus. Yaitu PMKRI, GMKI, KMHDI, IMM, HMI, KAMMI dan LMND.

“Yang kita soroti, bagaimana pengelolaan tanah. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tidak mampu dijalankan oleh negara ini. Kemudian ada bank tanah,” kata Arjuna.

Arjuna memahami kepentingan negara dalam UU tersebut adalah untuk menumbuhkan investasi. Namun, aturan itu harus dikritisi. Jangan sampai merugikan bangsa Indonesia.

Ia kembali membeberkan sejumlah alasan penolakan terhadap UU Omnibuslaw diantaranya adalah persoalan upah minimum.

Menurutnya, beleid tersebut dinilai bisa menimbulkan ancaman kerusakan lingkungan karena tak ada sanksi tegas bagi korporasi yang merusak lingkungan.

Selain itu, pengaturan soal pertambangan yang membuka peluang terjadinya kongkalikong antara pengusaha tambang dengan pembuat kebijakan.

“UU Cipta Kerja ini untuk investasi. Tapi tidak boleh merampas hak-hak masyarakat. Mengundang investasi silakan. Tapi tidak boleh merusak alam dan merugikan masyarakat,” kata ketua umum yang terpilih pada Kongres GMNI di Ambon, tahun 2019 silam.

Menurutnya, pembahasan terhadap undang-undang ini terkesan tertutup. Juga kurang partisipatif. Dalam artian, hanya sedikit melibatkan partisipasi masyarakat.

Arjuna menegaskan langkah GMNI selanjutnya. Menempuh jalur litigasi. Yaitu judicial review. “Omnibus law tak bisa sesimpel itu. Maka dari itu, DPP GMNI menilai, ada peluang untuk digugat secara konstitusional. Kita review (JR) ke MK (Mahkamah Konstitusi),” tegas Arjuna.

Dalam forum diskusi yang sama, pimpinan maupun perwakilan pimpinan pusat organisasi yang hadir sepakat melakukan hal sama. Yakni upaya litigasi lewat judicial review. Aldo, mewakili PP PMKRI, mengatakan, judicial review menjadi komitmen awal organisasinya. Selain juga melakukan upaya aksi massa.

“Ke depannya, dimulai dengan konsolidasi gerakan secara nasional. Kita tetap bangun gerakan. Tetap kita akan mengajukan judicial review ke MK. Dan itu menjadi komitmen awal PMKRI,” katanya.

Serupa, mewakili PP KAMMI, Rezki menegaskan, organisasinya tetap menolak UU tersebut. Langkah-langkah hukum akan dilakukan agar agar UU batal. Yakni judicial review, legislative review dan executive review.

Sebelumnya, DPP GMNI yang kini dipimpin ketua umum Arjuna Putra Aldino dan sekretaris jenderal M. Ageng Dendy Setiawan menolak tegas UU Cipta Kerja. Sikap itu diwujudkan dengan aksi demonstrasi bersama barisan massa buruh, 8 Oktober.

Ada beberapa poin yang jadi alasan penolakan. Di antaranya, soal adanya bank tanah. Terdapat dalam pasal 127 UU Cipta Kerja mengenai bank tanah. Hal itu dinilai memperparah ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia.

Kemudian soal tak adanya sanksi pidana bagi korporasi. Dinilai sebagai ancaman terhadap kelestarian lingkungan. Berikutnya soal ancaman kebebasan pers. Dirubahnya isi dari pasal 11 dan pasal 18 UU Pers pada UU Cipta Kerja berpotensi mengancam nilai-nilai kebebasan pers bagi jurnalis. (INI)

Pos terkait