Kapitra Sebut Hak Demokrasi Sering Disalahgunakan untuk Ternak Kegaduhan

Kapitra Ampera
Praktisi Hukum, Kapitra Ampera. [source image : detikcom/bbc]

Inisiatifnews.com – Praktisi hukum, Kapitra Ampera menilai bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi sangat menjamin kebebasan sipil warganya untuk berpendapat, berpolitik dan bebas untuk mengkoreksi serta mengkritisi jalannya pemerintahan.

Bahkan kebebasan ini diberikan bisa memberikan stimulus bagi keberlangsungnya kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Bacaan Lainnya

“Hal ini baik bagi perlindungan hak masyarakat dan jalannya pemerintahan,” kata Kapitra dalam keterangannya yang diterima Inisiatifnews.com, Sabtu (17/10/2020).

Namun sayangnya, fakta di lapangan justru yang terjadi adalah hak dan kebebasan itu terkesan disalahgunakan. Di mana beberapa kalangan melakukan ujaran kebencian, hoaks dan melakukan berbagai agitasi hanya sekedar untuk mendelegitimasi pemerintahan yang sah, dan celakanya mereka mencoba bersembunyi di balik demokrasi itu sendiri.

“Sayangnya kebebasan dalam demokrasi itu dijadikan alat politik kekuasaan yang agitatif dan destruktif bagi sekelompok masyarakat,” ujarnya.

Berdasarkan hematnya, bagi pihak yang mengincar kekuasaan yang sah, kebebasan berpendapat menjadi corong untuk membuat kegaduhan, sehingga tak salah masyarakat jadi berprasangka buruk terhadap kinerja dan kebijakan pemegang kekuasaan saat ini. Suhu politik sengaja dibuat panas, dari dimunculkannya “politik identitas”, promodial, hingga rasialis.

“Kegaduhan-kegaduhan sengaja diciptakan untuk diproyeksikan kepada masyarakat, seakan-akan segala kesulitan adalah akibat “tidak becusnya” pemerintah dalam mengelola negara,” terangnya.

Sementara itu, sebagian masyarakat lainnya bak tumpukan kertas kering yang cepat terbakar di percikan api para pengincar kekuasaan. Ironisnya agama pun ikut dijadikan bahan bakar.

Bagi Kapitra, pola untuk membuat gaduh acap kali dilakukan dengan berbagai macam cara, ada yang melakukamnya di dalam diam namun sibuk menebar kebencian melalui jaringan dunia maya, ada yang terang-terangan menghujat dan menghasut di depan umum tapi merefleksikan dengan cara yang beretika, sebagian bahkan mengahasut dan turut dalam demonstrasi yang merusak, sehingga menimbulkan korban dan kerusakan ada faslitas umum.

“Maka tidaklah heran jika kata seperti “bunuh, gantung,” dan kata-kata kotor kerap terdengar di berbagai aksi demo saat ini,” sebut Kapitra.

Di sisi lain, Kapitra pun berpandangan bahwa aturan dan prosedur hukum tak lagi menjadi halangan bagi pembuat kegaduhan untuk menyalurkan ambisinya, bahkan di saat kondisi kesahatan yang mengkhawatirkan di masa pandemi ini, masyarakat tetap diboyong dan didorong untuk berbuat kegaduhan.

Disamping itu, belajar dari sejarah, politik yang gaduh kerap berdampak pada stabilitas ekonomi. Energi bangsa telah terkuras untuk mengatasi Pandemi, dan mengupayakan perekonomian tetap stabil dikala goyangnya perekonomian negara-negara di dunia.

“Mereka yang mempunyai hasrat dan ambisi nafsu kekuasaan, seperti tak lagi peduli dengan bangsa, dan terus membuat kegaduhan politik. Kemudian menyerang sisa energi dengan memunculkan isu-isu yang tidak produktif, strategis pun krusial yang tidak henti diciptakan,” tandasnya.

Terlebih lagi, Kapitra juga mengkhawatirkan bahwa institusi negara justru bisa menjadi korban agenda politik pihak-pihak tertentu yang disebutnya sebagai proyek ternak kegaduhan.

“Benteng negara yang sejatinya berpegag pada satu komando, justru ikut gaduh dan terseret arus politik, dan menjadi tontonan masyarakat luas. Bukan tidak mungkin aparat dan instansi lain selanjutnya yang akan “digaduh”, karana upaya beternak kegaduhan ini tampaknya belum akan selesai sampai agenda-agenda terselubung untuk perebutan kekuasaannya tercapai,” paparnya.

Karena fenomena ini seperti tak ada titik muaranya, Kapitra yang juga tokoh penting dalam sejarah gerakan 212 ini berharap, hanya masyarakat sendiri yang bisa membendungnya.

“Meski pembuat kegaduhan tidak akan pernah berhenti bertindak, kita rakyatlah yang harus bersikap tegas untuk menolak dipengaruhi,” tutur Kapitra.

“Tetap fokus dengan kesehatan diri, Negara tidak akan diam dan biarkan hal buruk terjadi,” tutupnya. [NOE]

Pos terkait