Hendardi Harap Pemerintah Tindak Tegas Para Pelanggar Protokol Kesehatan

Ketua SETARA Institute, Hendardi.

Inisiatifnews.com – Ketua SETARA Institute, Hendardi menyinggung tentang pembiaran negara atas kerumunan massa yang mengiringi rangkaian kedatangan imam besar Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq bin Husein bin Shihab (MRS) dari Arab Saudi. Di mana banyak sekali kerumunan dan pelanggaran terhadap protokol kesehatan.

“Kegiatan-kegiatan safari dakwah, dan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus pernikahan putri MRS, menjadi paradoks kepemimpinan politik Jokowi dan jajarannya dalam penanganan Covid-19,” kata Hendardi, Minggu (15/11/2020).

Bacaan Lainnya

Ia juga menyinggung tentang kesetaraan seluruh warga negara di mata hukum. Ketika ada masyarakat awam melakukan kegiatan massa langsung dihadang, sementara sikap ini berbeda ketika berhadapan dengan kelompok FPI itu.

“Jangankan kewajiban menjalankan protokol kesehatan, prinsip hukum salus populi suprema lex esto yang selama ini digaungkan oleh para pejabat negara dan aparat keamanan, sama sekali tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh kedatangan MRS,” ujarnya.

Bagi Hendardi, asas yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi selama ini telah digunakan oleh pemerintah untuk melakukan pembatasan-pembatasan sosial, termasuk bahkan digunakan untuk melakukan pembubaran kegiatan-kegiatan yang mengkritisi kinerja pemerintah.

Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa para pihak berwenang sejauh ini hanya menyampaikan himbauan agar kerumunan itu menerapkan protokol kesehatan sama seperti Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Nikita Mirzani yang secara satir mengkritik keras kerumunan dalam beberapa hari belakangan ini.

“Padahal, tugas pemerintah adalah mengambil tindakan hukum,” ucapnya.

Saat ini terjadi, Hendardi menyebut bahwa negara mengabaikan perjuangan besar para tenaga kesehatan (Nakes) dan orang-orang yang berjuang menanggulangi COVID-19.

“Sungguh peragaan tata kelola pemerintahan yang melukai para dokter dan perawat yang terus berjuang, para siswa-siswi sekolah yang sudah jenuh dengan belajar daring, dan para korban PHK yang tidak bisa menggapai impiannya untuk terus bekerja, akibat ganasnya Covid-19,” tandasnya.

Lebih dari itu, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) itu juga menyebut sikap kompromistis dari pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan di dalam agenda DPP FPI yang digawangi oleh Habib Rizieq adalah wujud dari sanderaan politik.

“Pembiaran atas kerumunan yang diciptakan oleh massa pengagum MRS adalah bukti kegagapan Jokowi dalam kalkulasi politik yang menjebaknya,” kata Hendardi.

Jika memang Presiden Jokowi tidak di dalam situasi yang disebutkannya itu, maka seharusnya sikap pemerintah adalah tegas, yakni menindak para pelaku pelanggar protokol kesehatan ini. Termasuk juga terkait dengan kasus-kasus hukum yang melibatkan Habib Rizieq yang sampai saat ini prosesnya masih mandek di Kepolisian.

“Jika Jokowi tidak terjebak dalam politik akomodasi, seharusnya sebagai seorang Presiden Jokowi segera memerintahkan Kapolri untuk menindak kerumunan, mempertegas dan menindaklanjuti kasus-kasus hukum yang melilit MRS,” ujarnya.

Kemudian, Presiden juga bisa menginstruksikan Kementerian Dalam Negeri agar mengambil sikap tegas terhadap para kepala daerah yang terkesan melakukan pembiaran terhadap pelanggaran protokol kesehatan di wilayahnya. Apalagi sampai saat ini status pandemi COVID-19 masih belum dicabut.

“Memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk mendisiplinkan kepala daerah yang pasif membiarkan kerumunan, dan seharusnya pula tidak membiarkan Bandara Soekarno Hatta lumpuh dan menyengsarakan ribuan warga,” tutupnya. []

Pos terkait