Inisiatifnews.com – Eks juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek “Uki” Prayudi memberikan responnya terhadap manuver Wakl Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Fadli Zon yang membela habis Front Pembela Islam (FPI) usai dibubarkan oleh pemerintah melalui SKB 6 pimpinan lembaga negara.
Menurut Uki, pembumi-hangusan FPI dari Indonesia sudah tepat, mengingat ormas tersebut dianggap tidak sesuai dengan Pancasila dan memiliki catatan kritis lainnya.
“FPI itu AD/ART-nya ingin menegakkan khilafah Islamiyah secara kaffah dalam kehidupan berbangsa. Puluhan anggotanya terbukti teroris,” kata Uki, Minggu (3/1/2021).
Selain itu, ia juga menyebut bahwa imam besar ormas yang sempat dipimpin oleh Ahmad Sobri Lubis itu juga telah menyuarakan provokasi untuk membenarkan pemenggalan terhadap kepala orang lain yang dinilai tidak sesuai dengan mekanisme hukum di Indonesia.
Terlebih lagi, berbagai Uki juga menyebut bahwa Front Pembela Islam juga sering melakukan aksi persekusi terhadap rumah ibadah agama lain.
“Imamnya terus provokasi hingga menormalisasi penggal kepala. Suka persekusi dan tutup rumah ibadah orang. Kok masih nutup mata sih?,” tutupnya.
Fadli Zon bela FPI
Perlu diketahui, bahwa Fadli Zon terus melakukan pembelaan melalui narasi-narasi terhadap FPI yang telah resmi dibubarkan oleh pemerintah pada hari Rabu 30 Desember 2020 lalu. Menurut Fadli Zon, FPI tidak diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri melalui mekanisme persidangan.
“Jangan lupa, hal yang menimpa FPI ini bisa menimpa organisasi manapun yang berbeda pandangan dengan pemerintah, tanpa kesempatan untuk mendebat dan membela diri di pengadilan. Ini jelas manifestasi otoritarianisme yang membunuh demokrasi dan mengabaikan konstitusi,” kata Fadli Zon hari ini.
Bagi Fadli Zon, apa yang dialami oleh FPI merupakan catatan buruk demokrasi di Indonesia.
“Jadi, kita menutup tahun 2020 ini benar-benar dengan keprihatinan mendalam. Wajah demokrasi dan hak asasi manusia benar-benar suram. Selain pandemi Covid-19 yang telah melahirkan krisis kesehatan, konsolidasi oligarki telah merusak secara dalam sendi-sendi kehidupan berdemokrasi kita,” tandasnya.
FPI sudah bubar sejak 2019
Dalam statemen Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej) menyampaikan, bahwa berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas, berlaku sampai 20 Juni 2019. Sejak tanggal tersebut, ormas besutan Habib Rizieq Shihab tersebut belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT.
Atas dasar itu, pemerintah memandang bahwa secara hukum administratif, ormas FPI tidak diakui keberadaannya di Indonesia oleh negara.
“Oleh sebab itu secara de jure terhitung mulai tanggal 21 Juni 2019 Front Pembela Islam dianggap bubar,” ujar Eddy, Rabu (30/12) lalu.
Selain itu, Eddy menyebut bahwa pengurus dan atau anggota FPI, maupun yang pernah bergabung dengan FPI, berdasarkan data, sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme. Dari angka ini, 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.
“Di samping itu, sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 di antaranya telah dijatuhi pidana,” ujarnya.
Kemudian, masih dalam catatan dari pemerintah, bahwa pengurus maupun anggota FPI sering melakukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum, yakni kerap melakukan berbagai razia atau sweeping di masyarakat. Padahal, sebenarnya kegiatan itu menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.
“Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu menetapkan keputusan bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Kanusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian RI, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam,” terangnya. []