Ada Pemda Wajibkan Hentikan Kerja Saat Adzan, Akademisi : Sebaiknya Urus yang Penting

Abdul Gaffar Karim
Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Abdul Gaffar Karim.

Inisiatifnews.com – Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim memberikan kritikannya kepada pemerintah daerah yang mengeluarkan kebijakan namun terlalu jauh melampaui tugas, pokok dan fungsi utamanya.

Salah satunya adalah ketika ada pemerintah daerah mengeluarkan surat edaran untuk mewajibkan seluruh kegiatan para Aparatur Sipil Negara (ASN)-nya ketika terdengar kumandang adzan salat.

Bacaan Lainnya

“Ini kalau dilihat dari sisi pemerintahan sangat tidak menggembirakan, di tengah kondisi-kondisi lain seperti persoalan korupsi di sana dan sebagainya,” kata Abdul Gaffar saat menjawab pertanyaan salah satu audiens di acara webinar Tadarus Demokrasi yang digelar oleh MMD Initiative, Sabtu (17/4/2021).

Menurutnya, peraturan daerah atau surat edaran pemerintah daerah semacam itu sangat tidak relevan dengan fungsi mereka. Apalagi peraturan semacam itu tidak perlu dibuat untuk memperlihatkan bahwa kepala daerah tertentu terkesan relijius.

Dalam perspektif agama pun, salat di awal waktu sifatnya bukan sebuah kewajiban. Sementara yang wajib adalah menjalankan tugasnya yang berkaitan dengan pemerintahan dan pelayanan publik.

“Tidak perlu mengutamakan yang sunnah di atas yang wajib. Itu ya kira-kira,” tuturnya.

Kemudian, salat duzhur misalnya, memang menjalankannya di awal waktu itu sebuah amaliyah yang paling baik. Namun sebaiknya tidak perlu pula dicantumkan di dalam peraturan formil seperti peraturan daerah (perda) ataupun surat edaran (SE) kepala daerah. Karena yang tak kalah utama adalah memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

“Salat dzuhur di awal waktu itu bukan kewajiban, tapi hanya amal yang afdhol saja. Kalau masih ada pekerjaan, ya selesaikan dulu pekerjaannya. Apalagi pekerjaannya itu sifatnya pelayanan publik. Masak ada orang bikin KTP lalu ada adzan langsung dia ditinggal,” imbuhnya.

Oleh karena itu, akademisi asal Madura itu meminta agar siapapun kepala daerahnya agar fokus saja pada perbaikan kerja-kerja pemerintahannya.

“Harusnya bupati fokus saja sama kinerja-kinerjanya,” tandas Abdul Gaffar.

Yang cukup disayangkan, berdasarkan hematnya selama ini, persoalan semacam itu kerap kali muncul di kalangan kepala daerah yang berangkat dari partai politik non Islam.

Menurutnya, tujuan dari adanya peraturan semacam itu hanya untuk menjaga suaranya di mata masyarakat sekitar.

“Bola-bola seperti ini dilakukan oleh politisi yang dari partai non islam. Tujuannya ini hanya untuk menjaga suara saja. Yang salah siapa ya gak ada yang salah karena ini soal struktur kekuasaan,” pungkasnya. [NOE]

Pos terkait