IPI : Politik Identitas Turunkan Kualitas Demokrasi di Indonesia

karyono IPI
Karyono Wibowo.

Inisiatifnews.com – Direktur eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, bahwa politik identitas sejatinya bisa menggerus kualitas demokrasi, tidak terkecuali di Indonesia.

Bahkan dampak dari politik identitas di Indonesia sejak Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 silam membuat polarisasi di kalangan masyarakat dan berlangsung sampai saat ini.

Bacaan Lainnya

“Politik identitas memuncak mewarnai momentum politik sejak Pilkada DKI Jakarta 2017, Pemilu 2019 hingga pasca pemilu,” kata Karyono Wibowo dalam keterangannya, Rabu (19/2/2021).

Ia menilai bahwa semua pihak harus bertanggungjawab untuk mengembalikan iklim demokrasi yang sehat di tanah air, yakni sesuai dengan semangat reformasi yang sampai saat ini pun masih belum tercapai. Apalagi saat ini ditambah dengan polarisasi masyarakat akibat politik identitas yang menguat.

“Penguatan sistem demokrasi yang menjadi salah satu tujuan reformasi masih menemui sejumlah kendala,” tuturnya.

Ia mengakui bahwa memperbaiki iklim demokrasi di Indonesia saat ini bukan pekerjaan mudah, maka perlu peran semua pihak untuk ikut melakukan perbaikan.

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI) di mana keduanya telah dibebarkan secara resmi oleh negara dinilai menjadi salah satu faktor penghambat indeks demokrasi di Indonesia.

Menurut hemat Karyono, HTI adalah ormas yang menentang ideologi Pancasila dan tidak mau menganut demokrasi sebagai sistem berbangsa dan bernegara yang sudah dijalankan di Indonesia sejak proklamasi diproklamirkan. Bahkan kelompok yang sebelumnya dipimpin oleh Rokhmat S Labib itu mengampanyekan perubahan Indonesia yang berbasis Pancasila negara menjadi negara Khilafah.

Sementara untuk FPI, ia nilai bahwa kelompok bentukan Habib Rizieq Shihab ini sering menyebarkan paham radikal dan ekstrem di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya kaum muslimin. Bahkan tak jarang mereka suka menempuh jalur kekerasan untuk mengisi metode perjuangan mereka.

Keduanya sama-sama menggunakan politik identitas untuk membungkus ruang gerak mereka. Dan kondisi ini yang membuat kedua ormas itu harus dibabat oleh negara.

Namun sayangnya, langkah pemerintah membubarkan HTI dan FPI dituding sebagian kalangan sebagai bentuk negara melawan demokrasi, apakah betul?

“Masih ada pro dan kontra, perbedaan pandangan ini menunjukkan anomali. Di satu sisi pemerintah dinilai menabrak demokrasi, di sisi lain justru menyelamatkan demokrasi dari ancaman kelompok tertentu,” tandasnya.

Sekilas perlu diketahui, bahwa The Economist Intelligence Unit (EIU) telah merilis hasil survei indeks demokrasi di Indonesia tahun 2020.

Menurut catatan mereka, Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi yang dirilis EIU dengan skor 6.3. Meski dalam segi peringkat Indonesia masih tetap sama dengan tahun sebelumnya, namun skor tersebut menurun dari yang sebelumnya 6.48.

Ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat. []

Pos terkait