Oleh : Bambang Wisanggeni / Analis Sosial Politik

Ambang Batas Capres dan DPR Akibatkan Mahar Politik dan Kewenangan KPK

uang dolar
Uang.

Ambang Batas yang membatasi perolehan kursi partai politik atau gabungan Parpol untuk mencalonkan Presiden dan membatasi hak Parpol yang perolehan kursinya di bawah 3,5% untuk duduk di DPR kembali ramai diperbincangkan. Ini menunjukkan bahwa isu yang penuh dengan ketidakadilan ini tidak akan pernah bisa dipadamkan. Sudah tenggelam muncul lagi, tenggelam lagi muncul kembali. Ini membuktikan bahwa isu ini sangat kuat, tidak akan bisa dihilangkan sebelum rasa keadilannya bagi masyarakat dipenuhi.

Sudah banyak sudut pandang dari berbagai pihak yang tidak setuju terhadap adanya kedua ambang batas ini. Namun jarang ataupun belum ada pihak yang menyoroti bahwa dengan adanya ambang batas ini memperkuat posisi parpol untuk “memperdagangkan” legalitasnya untuk pencalonan Presiden, Kepala Daerah maupun Calon Anggota Legislatif di Pusat maupun Daerah.

Bacaan Lainnya

Lebih celakanya lagi “perdagangan gelap politik” atau korupsi di bidang politik ini tidak bisa dijangkau oleh KPK. Tidak bisa dimonitor, tidak bisa disadap, apalagi di-Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK, karena menurut UU Tipikor NO 31/1999 yang dirubah menjadi UU no 20/2001 KPK hanya berwenang untuk menangani Penyelenggara Negara atau Pejabat Negara. Sedangkan para petinggi parpol, para Capres, para Calon Pimpinan Kepala Daerah, para Calon Legislatif belum tentu berstatus Penyelenggara Pemerintahan Daerah atau Pejabat negara.

Rupanya di sinilah letak permainan sistimatis dari para elit politik untuk melindungi korupsi di dunia politik secara legal. Undang-Undang dibuat oleh DPR dan Pemerintah, di mana terlibat di dalamnya para parpol dan elit politik. Padahal uang mahar politik itu merupakan cikal bakal korupsi besar yang termasuk korupsi yang dilindungi atau dibuat terlindungi oleh Undang-Undang, karena secara Undang-Undang, KPK tidak berwenang untuk menanganinya.

Demikian juga seperti yang baru-baru ini Perppu Nomor 1/2020 Tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid 19 yang sangat cepat disahkan menjadi UU Nomor 2/2020, sangat berpotensi untuk melahirkan dan melindungi tindak pidana korupsi. Karena pada pasal 27 ayat 1, 2 dan 3 semuanya bermasalah. Ayat 1 menyatakan bahwa semua pembiayaan penanganan Covid-19 bukan merupakan kerugian negara (padahal dalam pelaksanaannya ada yang tanpa tender dan sebagainya -red). Ayat 2 menyatakan bahwa semua pejabat yang melaksanakan UU penanganan Covid-19 ini tidak dapat dituntut secara hukum. Ini memberikan kekebalan hukum kepada semua pejabat dari tingkat bawah sampai paling atas, padahal dalam hal tanpa tender pasti melahirkan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Sedangkan ayat 3 menyatakan bahwa semua tindakan dan keputusan yang didasarkan kepada UU Nomor 2 tahun 2020 Tentang Penanganan Covid-19 bukan proyek gugatan hukum yang bisa diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ini perlindungan hukum yang sempurna kepada para pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi.

Dengan adanya ayat 1, 2 dan 3 ini yang memberikan perlindungan hukum yang sangat luas kepada semua pejabat pemerintahan, maka bahkan penerapan UU Tipikor kepada para pejabat piun bisa menjadi ambyar, tumpul bahkan melawan hukum. Luar biasa.

Sebagai contoh permainan elit politik dalam berkorupsi adalah sebagai berikut. Belum apa-apa sudah ada skandal dalam program Kartu Prakerja yang nilai totalnya Rp 20 Trilyun. Yaitu dalam penunjukkan Ruangguru dan 7 mitra penyedia layanan lainnya senilai Rp 5,6 Trilyun, dari Rp 20 Trilyun tersebut ternyata tanpa tender. Sampai-sampai akhirnya KPK membuat konferensi pers yang mengatakan bahwa ada potensi korupsi dalam program Kartu Prakerja.

Belva Devara selaku Dirut Ruangguru pada waktu perusahaannya ditunjuk menjadi mitra Kartu Prakerja adalah salah satu staf khusus Presiden Jokowi. Saat ini sudah mengundurkan diri akibat kritikan dari publik yang ber-tubi. Ruangguru Pte Ltd adalah suatu perusahaan Singapura yang memiliki 99,99% saham PT Ruang Raya yang merupakan badan hukum dari Ruangguru yang tercatat di Kemenkumham dan berstatus Penanaman Modal Asing (PMA).

Bhima Yudistira, ekonom Indef dalam keterangannya kepada Tempo.co Minggu, 3 Mei 2020, mengatakan bahwa Ruangguru paling diuntungkan dengan adanya program Kartu Prakerja. Dia menghitung dengan asumsi 20% komisi dari Rp 5,6 Trilyun maka akan ada Rp 1,12 Trilyun yang akan masuk ke provider. Jika dari Rp 1,12 Trilyun sebanyak 68,9% masuk ke Ruangguru maka keuntungannya mencapai Rp 771 Milyar (dengan catatan dari penulis proses penunjukkannya tanpa tender).

Demikianlah permainan elit politik dalam usahanya untuk selalu mencari peluang untuk korupsi yang tidak sembuh-sembuh dan selalu menumbuhkan generasi baru dan bahkan melindungi korupsi itu dari jeratan hukum seperti ketidak berwenangan KPK secara legal untuk melakukan penyadapan dan OTT terhadap uang mahar politik. Penerbitan UU Nomor 2/2020 untuk penanganan Covid-19 yang membuat pejabat pemerintah menjadi kebal hukum, tidak bisa ditangkap sampai dengan timbulnya modus baru seperti kartu Prakerja yang melakukan penunjukan langsung tanpa tender kepada sebuah perusahaan Singapura bernama Ruangguru Pte Ltd.

Pos terkait