Dusun Cemanggal Gelar Senandung Musik dan Budaya Lembah Gunung Ungaran

Gemilau Cemanggal 2019
Pentas tari di acara Gemilau Cemanggal 2019. [foto : Istimewa]

Inisiatifnews, UNGARAN – Kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Kidung Pesona Desa Wisata Munding bekerjasana dengan masyarakat dusun Cemanggal mengadakan pagelaran acara pada malam pergantian tahun yang kedua dengan mengangkat tema “Senandung Musik dan Budaya, Lembah Gunung Ungaran” Gemilau Cemanggal 2019. Acara tersebut di laksanakan di Eksotika Cemanggal Hills di Dusun Cemanggal, Desa Wisata Munding, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Selasa (31/12/2019) malam.

Event malam pergantian tahun ini dimulai pukul 21.00 WIB sampai 01.00 WIB. Beragam acara menarik di tampilkan diantaranya Live Music dari Kolaborasi Ito Ecosutik, Band & Harnata Fendy, Justmix Band. Sementa untuk penampilan seni dan budaya Cemanggal sendiri menampilkan Reog atau Jathilan Gunung. Kemudian ada pentas seni ari tradisonal Luwes dance art dan di puncak acara diakhiri dengan pesta seribu oncor dan pesta kembang api.

Dan bagi mereka yang suka berpetulang alias traveling, khawatir panitia yang dipromotori oleh kelompok sadar wisata Pokdarwis – Kidung Pesona Desa wisata Munding ini menyiapan Camping Ceria Ungaran Hills area, juga trecking gunung.

Hal yang menarik yang didapat oleh wisatawan adalah pemandangan yang apik. Di mana pada acara tersebut bertempat tepat di bawah lereng gunung Ungaran yang tentunya menawarkan keindahan dan panorama alam yang luar bisa.

Tidak hanya berhenti distu saja lokasi yang berda di anatar lembah yang memanjakan mata bagi siapa saja yang berkunjung, dimana bentang alam dan kearifan lokal besatu padu dengan nuansa alam dan pedesaan. Dan pastinya tepat dengan suguhan musik tradisonal dan budaya desa yang khas.

Terkait apa yang mendasari terselengaranya acara, sang inisiator yakni Nukhan Dzu Khalimun mengatakan, bahwa ia sangat mencintai keindahan, Dan ia ingin memanifestasikannya dengan menyuguhkan sesuatu yang lebih menarik lagi.

“Desa Munding dianugerahi banyak alasan untuk siapapun yang mengunjungi dan melihatnya dengan sekejap jatuh hati dan bersenyawa di dalamnya. Lokasi yang tidak jauh dari hiruk pikuk dan riuhnya kota. Tapi ketika berada di desa ini kita seperti berada di satu tempat damai dan bersahaja,” kata Nukhan.

Memang ketika memasuki wilayah dari acara yang diselenggarakan, pengunjung sudah bisa merasakan udara yang sangat segar, pemandangan yang sangat mempesona, nuansa kesedehanaan yang menyatu di dalamnya juga sangat bisa dirasakan khususnya bagaimana cara senyum dan keramahan warga menunjukkan bagaimana adat dan budaya yang kental, kearifan lokal yang masih terjaga di warisi penghun desa kecil di bawah lereng gunung Ungaran itu.

Dia juga menjelaskan bahwa desa Munding memiliki potensi alam yang sangat baik, dan bagi Nukhan, potensi alam ini merupakan anugerah Tuhan yang harus dilestarikan dan dijaga, serta harus bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas. Maka dari itu, ia berharap besar desa Munding bisa menjadi salah satu destinasi wisata yang menjanjikan.

“Ketika bicara terkait potensi sumber daya alam yang sangat indah dan kecantikan tersaji di setiap sudut kehidupan warga. Cara masyarakat melangsungkan hidup, cara manusia memanusiakan manusia lain dan cara warga sekitar memperlakukan alam dan tumbuhan yang sangat mampu memikat dan menghipnotis siapa saja yang pernah berkunjung ke desa ini,” tuturnya.

Nukhan Dzu Khalimun juga menambahkan bahwa, berangkat dari rasa syukur segala kekayaan desa Munding tersebut, ia bersama dengan pegiat lainnya bisa memberikan kontribusi yang nyata tentunya dengan konseptual yang tidak hanya berhenti di dalam kepala apalagi berhenti di mulut saja. Belum lagi bicara tradisi adat dan budaya yang masih terjaga dan terwariskan dengan sangat baik di sana.

“Budaya dan adat yang diwariskan leluhur mencerminkan identitas masyarakat Indonesia, dan tentu itu adalah permata yang tercipta dari ruang paling dasar dusun Cemanggal,” tegassnya.

Kembali ke pembahasan tentang kegiatan yang digelarnya itu, Nukhan menjelaskan mengapa oncor alias obor diangkat di sana.

“Oncor bagi kami adalah semacam satu simbolis kehidupan di mana di dalamnya tercantum sebuah makna dan falsafah yang dalam, semisal oncor menggunakan bambu dengan minyak tanah dan sebuah sumbu menjadi simbolis bahwa layaknya manusia kita harus saling menerangi atau dalam bahasa yang sederhana jadilah oncor sekecil apapun nyala dalam apinya karena setidaknya kamu bisa menerangi dalam gelap,” terang Nukhan.

Selain itu, Nukhan juga mengatakan bahwa seluruh properti yang digunakan dalam acara tersebut juga mengunakan material dan bahan yang diambil dari warga. Kemudian pemanfaatan sumber daya alam seperti bambu, daun kelapa, daun aren juga pelepah pisang dan material juga bisa menjadikan nuansa nostalgia masyarakat tempo dulu.

“Yang terakhir kami ingin menegaskan event ini adalah satu perlambang alamat acara, bahwa kami lebih mengutamakan personalitas dari pada identitas sebagai manusia,” imbuhnya.

Respon Kepala Dusun

Sementara dalam waktu bersamaaan, kepala dusun Cemanggal, Juwanto manuturkan, bahwa ia sangat bangga dan bahagia dengan apapun kegiatan warga dan masyarakat. Apalagi jika kegiatan tersebut baik dan memiliki nilai manfaat untuk dusun. Ia meyakini bahwa masyarakat di dusun Cemanggal memberikan dukungan penuh.

“Bagi saya satu kebahagiaan adalah ketika saya melihat dan bersama sama berdiri di antara masyarakat ketika mereka melakukan kegiatan desa. Entah itu acara anak muda, kesenian, budaya, adat istiadat dan saya sangat merasa menjadi senang ketika saya bisa bersama-sama masyarakat dalam membangun desa, terlebih jika saya ada di setiap detik prosesnya,” kata Juwanto.


Narasi ini dikirimkan oleh Nukhan dengan dimoderasi oleh tim redaksi Insiaitifnews.com.

Pos terkait