Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Harap Pulau C dan D Tidak Jadi Lahan Komersil

koalisi selamatkan teluk jakarta
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta ; Elisa Sutanudjaja dari RCUS (kiri), Ayu Esra dari LBH Jakarta (tengah) dan Ohiongi Marino dari ICEL (kanan). [foto : Inisiatifnews]

Inisiatifnews – Perwakilan dari Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), Ohiongi Marino menilai bahwa pengelolaan Pulau C dan D di proyek reklamasi Teluk Jakarta masih belum bisa dilihat keperuntukannya sampai saat ini. Namun jika dilihat dari fungsinya, seharusnya pulau buatan itu harus memberikan dampak yang positif bagi peningkatan kualitas ekonomi masyarakat khususnya kaum pesisir Jakarta.

“Untuk Pulau C dan D, harus pertimbangkan pengalokasian atau harus ada akses masyarakat dalam pemetaan wilayah. Perencanaan wilayah harus ada zonasi untuk nelayan dan masyarakat pesisir,” kata Ohiongi dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2019).

Bacaan Lainnya

Kemudian ia juga menyinggung tentang peran PT Jakarta Propertindo (JakPro) sebagai salah satu operator proyek di Pulau Reklamasi Teluk Jakarta itu. Di mana ia menyayangkan sikap perusahaan yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tidak melibatkan masyarakat Jakarta dalam pengelolaan lahan pulau reklamasi tersebut.

“Karena ini JakPro adalah perusahaan BUMD ya kita lihat apakah dia mau benar-benar membangun sesuai kepentingan sebesar-besarnya untuk publik atau tidak. Kita minta kejelasan itu sih,” ujarnya.

Kemudian tentang pemetaan alias mitigasi proyek. Ohiongi juga berharap ada transparansi besaran keperuntukan lahan. Karena ia tegaskan pulau reklamasi tidak diperbolehkan seluruhnya untuk kepentingan komersil. Dan sampai saat ini, ia juga mengatakan bahwa pihaknya dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta belum mendapatkan data konkret tentang mitigasi proyek tersebut.

“Kita mau sebenarnya adalah transparansi,” pungkasnya.

Lebih lanjut, Ohiongi menyatakan apapun yang terjadi, pulau C dan D di poyek reklamasi teluk Jakarta yang kini disebut Pemprov DKI Jakarta sebagai Pantai Maju itu tidak digunakan untuk kepentingan komersil.

“Poinnya adalah bagaimana reklamasi pulau D dan C untuk kembangkan ekonomi masyarakat kecil nelayan dan pesisir,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, direktur eksekutif Rujak Center for Urban Studies (RCUS), Elisa Sutanudjaja juga merasa geram dengan progres penanganan pulau C dan D oleh Pemprov DKI Jakarta. Apalagi sepanjang dicabutnya ijin proyek tersebut, Gubernur DKI Jakarta hanya membuat program upcara bendera 17 Agustus saja di sana dan tidak ada kabar apapun setelahnya.

“Tidak ada kegiatan publik di Pulau D selain upacara 17-an itu oleh Pak Gubernur. Sampai sekarang kita tidak tahu apa progresnya sampai sekarang,” kata Elisa.

Selain itu, Elisa juga mengaku mendapatkan marketplane dari pengembang Agung Sedayu Group soal lahan yang akan dijual di Pulau D. Dan dari data yang diterimanya, lahan yang dipasarkan ternyata lebih besar dari batas yang diberikan yakni 35 persen dari luas lahan yang ada, sementara 65 persen selebihnya wajib untuk dijadikan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum).

“Dan kita dapat marketplane Agung Sedayu Group tidak hanya 60 persen yang dijual, dan mungkin hanya 30 persen saja jadi lahan publik. Makanya saya mau cek apa yang dicantumkan di tabel sama nggak dengan yang ada di gambar,” paparnya.

Namun sepanjang catatannya, sejauh ini tidak ada informasi luas lahan yang akan digunakan sebagai lahan publik di Pulau C dan D di Teluk Jakarta itu. Hal ini lantaran masih terbatasnya akses publik ke dua pulau yang kini masih menjadi kontroversi itu.

“Kita katakan bahwa tidak ada lahan publik, tapi kita mau cross check lagi di samping adanya privatisasi pulau reklamasi itu,” imbuhnya.

Ditambah lagi, ia juga menyinggung peran aktif JakPro, di mana perusahaan plat merah yang menjadi operator proyek tersebut juga tidak pernah mengajak diskusi warga DKI Jakarta yang sebetulnya merupakan pihak yang paling terkena dampak dari proyek pembuatan pulau palsu itu.

“JakPro juga tidak pernah libatkan publik dalam membangun kawasan publik, misal undang nelayan dan warga pesisir,” tandasnya. []

Pos terkait