Mahfud MD: Tiga Hal Perlu Diubah Dalam UU Pemilu

Mahfud MD
Prof Mahfud MD di acara launching Inisiatifnews.com.

Inisiatifnews – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Mohammad Mahfud MD memberikan beberapa catatan penting untuk perbaikan pemilu ke depan. Seperti diketahui bersama, muncul berbagai persoalan pada pelaksanaan pemilu 2019 yang saat ini masih menjadi bahan perdebatan.

Mahfud MD menyampaikan, ada 3 (tiga) hal yang menjadi catatan penting agar setelah 2019 ini, pelaksanaan pemilu menjadi lebih baik. Berikut tiga hal tersebut:

Bacaan Lainnya

Perbaikan Undang-undang (UU) Pemilu

Salah satu saran yang dianggapnya penting bagi Mahfud adalah perbaikan Undang-undang Pemilu.

“Siapapun yang jadi Presiden, tahun pertama segera memperbaiki kembali Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu,” kata Mahfud MD, Rabu (03/07/2019) malam.

Perbaikan Undang-undang tersebut kata Mahfud harus melibatkan banyak pihak. Dengan berbagai masukan yang didapat dari berbagai tokoh tersebut, nantinya akan menjadi pertimbangan perbaikan aturan sehingga persoalan yang muncul di Pemilu 2019 tidak kembali terulang di pemilu-pemilu selanjutnya.

“Di situlah Pak Riza Patria, Pak Rocky Gerung, Pak Said Didu, Pak Budiman Sudjatmiko, Pak Nasrullah, dengan semua kita bicara, ini ada masalah yang tidak selesai. Banyak catatan-catatan dan masukkan dalam Undang-undang Pemilu,” tuturnya.

Bahkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu saat ini, Mahfud memandang, banyak persoalan pemilu sebelumnya sudah diperbaiki dalam Undang-undang tersebut. Hanya saja ketika ada persoalan pada penyelenggaraan Pemilu 2019, sebaiknya itu menjadi catatan dan dituangkan dalam perbaikan Undang-undang Pemilu selanjutnya.

“Undang-undang Pemilu yang sekarang sudah memasukkan dari problem-problem yang ada di Pemilu sebelumnya. Kok masuk muncul (kasus) ini lagi, (silahkan) masukkan lagi (di perubahan UU Pemilu selanjutnya),” ujarnya.

“Dan tidak mungkin Undang-undang Pemilu tidak diperbaiki,” imbuh Guru Besar Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini.

Presidential Threshold

Selain perubahan UU Pemilu tersebut, Mahfud MD juga mengajak semua pihak mendiskusikan kembali ambang batas pencalonan presiden alias Presidential Threshold (PT). Apakah masih perlu diberikan batasan hingga 20 persen seperti saat ini.

“Apakah masih harus 20 persen, apakah masih harus ada (presidential threshold). Kalau masih ada misalnya berapa (persentasenya),” ujar Mahfud.

Sistem Pemilu Proporsional

Yang tidak kalah penting lagi, tambah Mahfud, bahwa sistem pemilihan umum secara proporsional apakah dijalankan secara terbuka atukah dengan cara tertutup.

Ia juga menyinggung masalah penjaringan calon yang akan diusung oleh partai politik dalam mengikuti kontestasi pemilu. Dikatakan Mahfud, banyak yang tidak paham dengan ideologi partai dan apa yang menjadi target perjuangan partai yang mengusungnya. Hanya karena persoalan popularitas dan kekuatan ongkos politik, seseorang dapat diusung dalam kontestasi pemilu.

“Banyak yang sekarang katakan bahaya dengan sistem sekarang, banyak orang membeli kursi karena popularitasnya. Masuk jadi calon karena populer padahal dia tidak ideologi partai, ndak ngerti apa yang diperjuangkan partai,” urai Mahfud.

“Banyak orang di PDIP ndak ngerti ideologi Bung Karno itu apa. Banyak di PKB itu ndak ngerti Ahlusunnah Wal Jamaah itu apa, karena ada duit karena populer (dia) masuk,” imbuhnya.

Kemudian dalam persoalan keterpilihan di kursi-kursi parlemen yang membatasi 30 persen suara terbanyak. Mahfud menyebutkan bahwa kondisi tersebut terjadi karena ada kesepakatan aturan yang dibuat oleh DPR bersama dengan Pemerintah. Dan dalam persoalan itu, perubahan hanya bisa dilakukan oleh DPR dan pemerintah jika memang ingin diubah atau diperbaiki. (NOE)

Temukan kami di Google News.

Pos terkait