Saksi Ahli KPU Jelaskan Penyebab Sirekap Ngaco

Marsudi Wahyu Kisworo
Saksi ahli IT dari KPU, Prof Marsudi Wahyu Kisworo.

JAKARTA, Inisiatifnews.com – Saksi ahli dari KPU sebagai Termohon sengketa PHPU, Prof Marsudi Wahyu Kisworo mengaku heran dengan perdebatan tentang sistem Sirekap sebagai alat bantu publikasi rekapitulasi suara Pemilu.

“Kenapa ini setiap tahun sejak 2004 ketika pertama kali teknologi komputer digunakan, itu selalu sistem perhitungan suara digital selalu dipermasalahkan,” kata Wahyu dalam paparan awalnya di ruang sidang MK, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (3/4).

Bacaan Lainnya

Yang terakhir di tahun 2019 sistem semacam ini diperdebatkan di dalam ruang sidang perselisihan hasil, kemudian di tahun 2024 juga terulang lagi seperti hari ini.

Hal ini karena menurut peraturan perundang-undangan tepatnya di Pasal 54 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2024, bahwa perhitungan yang sah sebagai alat rujukan hasil suara adalah rekapitulasi suara berjenjang, bukan Sirekap maupun Situng yang pernah ia terlibat di dalam proses pengembangannya.

Sementara Sirekap hanya sebatas alat bantu saja, bukan satu-satunya alat pemutus hasil dari rekapitulasi suara.

“Padahal kita semua tahu bahwa kalau kita lihat pada peraturan perundang-undangan, bahwa suara yang sah itu adalah perhitungan suara berjenjang,” ujarnya.

Bunyi Pasal 54 PKPU Nomor 6 Tahun 2024 ;
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan penetapan Pasangan Calon terpilih, penetapan perolehan kursi, dan penetapan calon terpilih dalam Pemilu dengan menggunakan alat bantu Sirekap.

Bahkan tanpa Sirekap pun, hasilnya tetap akan merujuk pada rekapitulasi suara nasional yang diumumkan dan disahkan oleh KPU melalui rapat pleno terbuka rekapitulasi suara nasional.

“Artinya apa, ekstrimnya seandainya Sirekap itu tidak adapun, sebenarnya tidak ada pengaruhnya terhadap perhitungan suara,” tegasnya.

Hal ini yang akhirnya membuatnya bersedia untuk diminta menjadi saksi ahli oleh KPU untuk menjelaskan tentang sistem teknologi informasi tersebut.

“Karena sudah dipermasalahkan berbagai macam masalahnya pakai izinkan saya itu nanti menyampaikan apa yang saya lihat tentang Sirekap ini,” lanjutnya.

Masih dalam paparan Wahyu, bahwa Sirekap adalah sebuah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara, serta alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil perhitungan suara Pemilu.

“Sirekap Mobile adanya di HP digunakan KPPS untuk meng-upload data melalui telepon selulernya dan datanya masuk ke Sirekap Web. Di Sirekap Web inilah data kemudian direkapitulasi kemudian ditampilkan di web Infopemilu2024 itu,” papar Wahyu.

Dipaparkan Wahyu lagi, bahwa aplikasi Sirekap Mobile tersebut akan mengambil form dari C1 hasil yang diisi menggunakan tulisan tangan. Sistem Sirekap mobile akan menangkap angka dengan teknologi optical character recognition (OCR). Menurut Wahyu, teknologi ini adalah perkembangan dan kemajuan sistem yang dijalankan IT KPU ketimbang di dalam Situng yang menggunakan ID Entry manual.

Masalah Input Data

Dalam kesempatan itu, Wahyu memberikan 3 (tiga) masalah utama mengapa inpit data bisa berbeda-beda antara tulisan di C1 hasil dengan data entry di dalam sistem Sirekap yang diproses di web apps Sirekap.

1. Tulisan Tangan

Wahyu menjelaskan bahwa kesalahan pertama bisa jadi ada pada obyek tulisan tangan yang salah dibaca oleh sistem OCR. Dengan kondisi ini terjadilah error data yang masuk ke dalam sistem Sirekap yang akhirnya perlu dilakukan perbaikan data dari administrator secara langsung dan berkala.

“Ada kemungkinan 7% ketika OCR salah mengubah gambar menjadi angka,” terangnya.

2. Kualitas Kamera Petugas

Di sisi lain, ada masalahnya ada di sisi kamera yang digunakan oleh petugas KPPS yang menghasilkan pengambilan gambar dan kondisi materi pemotretan. Karena setiap petugas KPPS menggunakan ponsel pribadi untuk melakukan pemotretan C1 hasil ke dalam aplikasi Sirekap Mobile.

Kondisi ini juga menurut Wahyu bisa saja menjadi persoalan ketika melakukan input data ke sistem Sirekap, apabila kualitas kamera ponsel yang digunakan KPPS kurang baik.

“HP itu beda-beda merk dan kualitasnya. Ada HP yang kualitas kameranya sangat bagus dan ada kamera yang kualitasnya sangat kurang bagus. Resolusinya beda-beda, akibatnya terjadilah contoh seperti di layar. Form C1 beda-beda, ada yang jelas, ada yang remang-remang, ada kekuning-kuningan,” papar Wahyu lagi.

3. Kondisi Kertas C1 Hasil

Masalah lain adalah kondisi kertas C1 hasil yang dipotret oleh petuga KPPS, apakah kondisinya tengah terlipat dan sejenisnya. Karena hal ini bisa juga menjadi kontribusi kesalahan hasil dari kinerja OCR di sistem aplikasi Sirekap Mobile tersebut.

“Kertasnya, contoh di form C1 di kanan itu kertanya terlipat, sehingga ketika terlipat itu bisa menghasilkan kesalahan interpretasi dari sistem OCR ini. Karena OCR ini bukanlah manusia yang bisa memperkirakan tapi patuh pada training data,” sambungnya.

Dengan demikian, jika KPU menemukan kondisi semacam itu maka dilakukan perbaikan karena Sirekap merupakan alat bantu publikasi dari proses rekapitulasi suara berjenjang yang dijalankan oleh KPU pada saat itu.

“Karena Sirekap ini adalah sarana untuk transparansi, makan ketika terjadi perbedaan kemudian terjadi keluhan atau komplain dari masyarakat, KPU melakukan tindakan koreksi sehingga kesalahan atau errornya semakin sedikit,” tukasnya.

Temukan kami di Google News.

Pos terkait